Bisnis.com, JAKARTA — Komisi VII DPR RI mendesak Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin untuk mencabut izin kontrak karya (KK) dari PT Sorikmas Mining. Alasannya, PT Sorikmas Mining dianggap sudah menelantarkan KK seluas 201.600 hektare tanpa adanya kegiatan produksi selama 24 tahun.
Selain itu, kawasan operasional PT. Sorikmas Mining juga berdekatan dengan pertambangan ilegal di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Akhirnya, kerusakan lingkungan tidak terhindarkan.
Hal tersebut mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum Komisi VII DPR RI dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM dan PT. Sorikmas Mining, Senin (23/5/2022), di Komplek Parlemen.
“Komisi VII DPR mendesak Dirjen Minerba Kementerian ESDM untuk meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara yang dilakukan oleh pemegang perizinan berusaha di seluruh wilayah Indonesia,” kata Maman dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (23/5/2022).
Malahan, Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir mensinyalir KK yang dipegang PT Sorikmas Mining hanya dijadikan portofolio untuk menaikan harga saham shareholder di pasar modal. Seperti diketahui, pemegang saham Sorikmas Mining 75 persen dikuasai AberfoylePungkut Investments Pte Ltd dan sisanya dimiliki PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
“Ini kan pre-engineering sebuah portofolio di bursa efek jadi jelas tidak ada manfaatnya untuk masyarakat dan negara karena ini lending yang dilapis untuk menaikkan harga saham,” kata Nasir.
Baca Juga
Sebelumnya, PT Sorikmas Mining mengaku belum mencetak produksi komoditas emas dan mineral ikutan lainnya sejak memegang kontrak karya (KK) generasi ke VII pada 19 Februari 1998 yang merupakan penanaman modal asing atau PMA. Adapun wilayah operasi dari PT Sorikmas Mining berdekatan dengan kawasan tambang ilegal yang belakangan longsor di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Potensi Cadangan
Presiden Direktur Sorikmas Mining Boyke Poerbaya Abidin mengatakan perusahaannya selama 24 tahun terakhir masih berfokus melakukan kegiatan eksplorasi. Alasannya, cadangan terbukti yang sempat diidentifikasi relatif tidak ekonomis.
Boyke mengatakan perusahaannya telah melakukan pengeboran sebanyak 160 lubang tambang dengan biaya rata-rata satu lubang mencapai sekitar Rp3 miliar selama satu tahun terakhir.
“Belum ada produksi saat ini yang kita lakukan adalah kegiatan menambah potensi cadangan yaitu melaksanakan kegiatan eksplorasi memperbaiki addendum AMDAL, selama 24 tahun kegiatan yang dilakukan studi kelayakan, eksplorasi,” kata Boyke saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (23/5/2022).
Boyke mengatakan perusahaannya tetap mengeluarkan uang untuk membiayai kegiatan eksplorasi dan studi kelayakan setiap tahunnya. Langkah itu diambil untuk mencari alternatif lokasi tambang yang lebih ekonomis di masa mendatang.
“Justru kita berpikir dengan potensi saat ini menjadi tidak ekonomis untuk ditambang, kita terus melakukan studi kelayakan untuk eksplorasi,” tuturnya.