Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai bahwa terdapat potensi tekanan terhadap perekonomian paruh kedua tahun ini, sehingga menurutnya pertumbuhan ekonomi pada semester II/2022 bisa lebih rendah dari 3,6 persen.
Hal tersebut disampaikan Sri Mulyani usai Rapat Kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Raker Banggar DPR) terkait persetujuan tambahan kebutuhan anggaran dalam merespons kenaikan harga komoditas. Raker berlangsung pada Kamis (19/5/2022).
Dia menyebut bahwa tingginya harga komoditas menjadi salah satu tekanan besar terhadap perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Kenaikan inflasi pun membayangi perekonomian, sehingga International Monetary Fund (IMF) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi secara global.
Sri Mulyani menyebut bahwa terdapat kemungkinan perlambatan ekonomi pada semester II tahun ini sebagai imbas dari gejolak yang terjadi. Tekanan eksternal itu sangat mungkin melemahkan pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua.
"Kalau lihat tren pengetatan global dan inflasi yang masih sangat stubborn tinggi, memang saya sih melihat bahwa kemungkinan terjadi pelemahan ekonomi lebih dalam dari 3,6 persen itu sangat mungkin atau sangat besar pada semester II," ujar Sri Mulyani pada Kamis (19/5/2022).
Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi 3,51 persen pada kuartal III/2021 dan 5,02 persen pada kuartal IV/2021. Pulihnya aktivitas ekonomi dari dampak pandemi Covid-19 menjadi modal besar untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi semester II/2022, tetapi tekanan harga komoditas dan inflasi ternyata menjadi kendala.
Baca Juga
Tingginya harga komoditas pun memaksa pemerintah meningkatkan rencana belanja dalam APBN 2022 hingga Rp368,5 triliun, yakni terdiri dari tambahan anggaran subsidi energi Rp74,9 triliun, kompensasi energi Rp275 triliun, dan perlindungan sosial Rp18,6 triliun. Di sisi lain, terdapat potensi tambahan penerimaan negara hingga Rp420 triliun dari ekspor komoditas seperti batu bara dan crude palm oil (CPO).
Di tengah kondisi itu, pemerintah meyakini bahwa defisit APBN 2022 bisa berada di rentang 4,3—4,5 persen, turun dari asumsi awal 4,85 persen. Badan Anggaran (Banggar) DPR pun telah menyetujui perubahan asumsi defisit APBN 2022, sehingga pelaksanaannya melalui peraturan presiden (Perpres) dapat berjalan.