Bisnis.com, JAKARTA — Defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN diproyeksikan akan turun dari asumsi awal menjadi 4,3—4,5 persen, meskipun terdapat pengajuan kenaikan belanja hingga Rp392,3 triliun. Bertambahnya pendapatan negara dan pemanfaatan saldo anggaran lebih atau SAL menjadi tumpuannya.
Pada Selasa (17/5/2022), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengirimkan surat permohonan tambahan anggaran untuk merespons kenaikan harga komoditas. Tak tanggung-tanggung, dia meminta tambahan anggaran Rp368,5 triliun, yakni untuk subsidi energi Rp74,9 triliun, kompensasi energi Rp275 triliun, dan perlindungan sosial Rp18,6 triliun.
Permintaan itu tidak datang dengan tangan kosong, pemerintah meyakini akan terdapat penambahan pendapatan negara hingga Rp420,1 triliun. Tambahan itu diproyeksikan berasal dari penerimaan perpajakan senilai Rp274 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp146 triliun.
"Dari kenaikan komoditas dan harga-harga penerimaan negara juga naik Rp420 triliun, yang kami gunakan untuk menambah kompensasi dan subsidi kan Rp350 triliun," ujar Sri Mulyani pada Kamis (19/5/2022).
Pemerintah tetap terikat kewajiban mengalokasikan 20 persen APBN untuk belanja pendidikan, sehingga bertambahnya alokasi belanja secara keseluruhan membuat anggaran pendidikan pun harus bertambah. Berdasarkan perhitungan terbaru, pemerintah menambah anggaran pendidikan Rp23,9 triliun agar kewajiban tetap terpenuhi.
Sri Mulyani meyakini bahwa dengan berbagai tambahan belanja itu defisit APBN 2022 tidak akan membengkak, justru akan lebih rendah dari asumsi awal di angka 4,85 persen. Dia menyebut defisit APBN 2022 berada di kisaran 4,5 persen, bahkan berpotensi mencapai 4,3 persen.
Baca Juga
SAL yang dibawa dari 2021 senilai Rp50 triliun dimanfaatkan dalam kondisi saat ini, sebagai amunisi tambahan untuk subsidi dan kompensasi energi. Keberadaan dana itu menjadi salah satu alasan Sri Mulyani yakin defisit APBN 2022 dapat turun dari asumsi awal tanpa perlu menambah penerbitan surat utang.
"Jadi penurunan dari defisit berasal sebagian dari Rp420 triliun yang tidak semuanya habis dibelanjakan plus kita menambah penggunaan sumber SAL kita Rp50 triliun, sehingga penerbitan surat utang menjadi menurun," katanya.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa turunnya penerbitan surat utang tidak serta merta akan menurunkan defisit APBN, karena bisa saja berasal dari pemanfaatan SAL. Namun, keputusan menjaga penerbitan surat utang dapat bermanfaat bagi keuangan negara di tengah risiko kenaikan imbal hasil akibat tekanan ekonomi global.
"Yang paling penting tadi defisitnya turun dan penerbitan surat utangnya turun," kata Sri Mulyani.