Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah meyakini bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen akan meningkatkan penerimaan pajak hingga Rp44 triliun. Pemerintah mengasumsikan defisit APBN 2022 senilai Rp868 triliun, sehingga perlu adanya kenaikan pos penerimaan lain untuk menekan defisit, selain dari PPN.
Direktur Perpajakan I Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa tarif PPN telah efektif naik sejak 1 April 2022. Kenaikan PPN itu berpotensi meningkatkan penerimaan pajak, yang akan turut berkontribusi terhadap penerimaan negara secara keseluruhan.
"Tarif PPN diproyeksi berpotensi menaikkan penerimaan pajak dalam sembilan bulan ke depan [terhitung sejak berlaku] sebesar Rp44 triliun," ujar Yoga, dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu pada Rabu (18/5/2022).
Kenaikan itu diperkirakan akan berasal dari PPN tarif umum senilai Rp40,7 triliun dan PPN tarif khusus Rp3,7 triliun. Kenaikan tarif PPN meningkatkan penerimaan pajak seiring dengan tingginya peran konsumsi dalam perekonomian Indonesia, yakni sekitar 60 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Dalam asumsi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2022, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan senilai Rp1.510 triliun. Jika penambahan dari kenaikan tarif PPN terealisasi sesuai perhitungan Yoga, maka penerimaan perpajakan dapat mencapai Rp1.554 triliun.
Penerimaan perpajakan merupakan kontributor utama terhadap pendapatan negara, yakni mencapai 82,8 persen dari asumsi pendapatan negara 2022 senilai Rp1.846,14 triliun. Jika penerimaan perpajakan bertambah Rp44 triliun karena pengaruh kenaikan PPN, maka pendapatan negara dapat naik menjadi Rp1.890 triliun.
Meskipun begitu, belanja negara pada 2022 ditargetkan senilai Rp2.714,16 triliun. Jumlah itu di antaranya mencakup belanja negara melalui belanja pemerintah pusat senilai Rp1.938,3 triliun, transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp770,4 triliun, dan anggaran kesehatan Rp255,3 triliun.
Setelah terjadi kenaikan pendapatan negara karena terdorong kebijakan PPN, jumlahnya masih lebih rendah dari asumsi belanja tahun ini, sehingga masih terdapat selisih atau defisit Rp824,02 triliun—tanpa memperhitungkan asumsi lainnya seperti penambahan PNBP karena kenaikan harga komoditas. Jumlah defisit itu turun 5,06 persen dari asumsi defisit APBN 2022 senilai Rp868,02 triliun.
Berdasarkan asumsi APBN 2022, pemerintah menargetkan defisit di kisaran 4,85 persen. Asumsi itu lebih tinggi dari realisasi sementara defisit APBN 2021 di angka 4,65 persen, sehingga Kementerian Keuangan meyakini realisasi defisit APBN 2022 dapat lebih rendah dari asumsi awal.
Tahun ini merupakan kesempatan terakhir bagi Indonesia untuk mencatatkan defisit APBN di atas 3 persen karena adanya kewajiban konsolidasi fiskal. Artinya, pemerintah harus mampu meningkatkan penerimaan dan/atau mengurangi belanja agar defisit APBN dapat memenuhi ketentuan pada tahun depan, dengan tolok ukur realisasi pada tahun ini.