Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan di tangan Sri Mulyani memproyeksikan penerimaan pajak akan bertambah sebesar Rp44 triliun karena pemberlakuan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 11 persen.
Direktur Perpajakan I Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN akan memberikan ruang bagi peningkatan penerimaan pajak. Hal tersebut tidak terlepas dari tingginya peran konsumsi dalam perekonomian Indonesia, yakni sekitar 60 persen dari total produk domestik bruto (PDB).
Yoga menyebut bahwa kenaikan tarif PPN sejak 1 April 2022 akan membuat penerimaan pajak pada sisa tahun berjalan meningkat. Kenaikan itu diperkirakan berasal dari PPN tarif umum hingga senilai Rp40,7 triliun dan PPN tarif khusus Rp3,7 triliun.
"Tarif PPN diproyeksi berpotensi menaikkan penerimaan pajak dalam sembilan bulan ke depan [terhitung sejak berlaku] sebesar Rp44 triliun," ujar Yoga, dikutip dari Media Keuangan Kemenkeu pada Rabu (18/5/2022).
Kemenkeu memperkirakan kenaikan tarif PPN tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi, yakni 0,4 persen (year-on-year/YoY). Pemerintah sendiri memperkirakan inflasi 2022 di kisaran 3 ± 1 persen atau berkisar 2—4 persen, sehingga jika tidak terdapat faktor lainnya kenaikan tarif PPN dapat mendorong inflasi ke kisaran 3,4 persen atau 0,4 persen dari nilai tengah proyeksi tersebut.
Yoga mencermati bahwa saat ini terdapat tren kenaikan inflasi secara global, dengan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina sebagai salah satu pemicu utamanya. Namun, dia meyakini bahwa inflasi Indonesia akan tetap terjaga meskipun terdapat kenaikan PPN.
Baca Juga
"Bahwa mungkin nanti tingkat inflasi bisa di atas itu, nah, ini yang kami lihat bahwa memang karena harga komoditas global segala macam juga meningkat. Mudah-mudahan inflasinya tetap terkendali. Namun, dari sisi kenaikan tarif PPN sendiri ini tidak memberikan dampak yang signifikan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian Keuangan memberlakukan tarif PPN 11 persen dari sebelumnya 10 persen mulai 1 April 2022.