Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai pemerintah perlu mempertimbangkan penyesuaian asumsi dasar APBN 2025, terutama terkait proyeksi pertumbuhan ekonomi apabila realisasi masih di bawah target hingga kuartal II.
Ekonom Senior Indef Tauhid Ahmad menjelaskan tekanan ketidakpastian global yang masih tinggi, baik akibat perlambatan ekonomi global maupun eskalasi geopolitik di Timur Tengah harus dijadikan pertimbangan utama dalam melakukan koreksi asumsi makro fiskal.
Tauhid merujuk pada sinyal dari lembaga internasional seperti IMF yang mengoreksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 ke 4,7%, lebih rendah dari target pemerintah sebesar 5,2%.
Menurutnya, pemerintah sebaiknya tidak mengabaikan masukan tersebut, agar tetap menjaga kepercayaan pasar.
"Kalau misalnya ternyata kuartal II masih juga di bawah target pemerintah, maka sebaiknya memang pada tengah tahun nanti setelah evaluasi semester, tampaknya perlu dikoreksi," kata Tauhid dalam diskusi publik Indef secara daring, Minggu (29/6/2025).
Penyesuaian ini, lanjutnya, bukan semata-mata bentuk pesimisme, tetapi langkah strategis untuk menjaga ekspektasi pelaku pasar dan menjaga stabilitas APBN ke depan.
Baca Juga
Jika koreksi dilakukan, maka penyesuaian pada postur APBN tidak terhindarkan terutama menyangkut belanja dan penerimaan negara.
Evaluasi semester I yang biasa dilakukan pemerintah dinilai menjadi momentum paling tepat untuk meninjau kembali asumsi ekonomi makro, termasuk pertumbuhan, inflasi, nilai tukar, hingga harga minyak mentah.
Hingga mendekati pertengahan tahun atau per 31 Mei 2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realita pendapatan negara masih berada di angka 33,1% dari total target. Belanja negara masih 28,1% dari total target.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,87% pada kuartal I/2025. Lebih rendah dari target 5,2% sepanjang 2025.
Pemerintah melalui Kemenkeu akan memberikan laporan semester I/2025 ke DPR dalam waktu dekat. Dalam laporan tersebut, Kemenkeu bisa mengusulkan penyesuaian asumsi-asumsi makro APBN 2025.
Tauhid menegaskan bahwa koreksi tidak harus terlalu drastis namun cukup untuk memberikan sinyal positif kepada pasar bahwa pemerintah adaptif dan responsif terhadap perkembangan global.
"Walaupun mungkin koreksinya tidak serendah yang disampaikan IMF, langkah ini penting agar pasar yakin prospek ekonomi Indonesia tetap solid meski ada perlambatan," ujarnya.
Target Ekonomi Tidak Berubah
Pemerintah tetap menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada 2025, meskipun proyeksi global menunjukkan tren perlambatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa pemerintah telah menyiapkan berbagai langkah stimulus untuk menjaga momentum pertumbuhan di tengah tekanan eksternal.
“Kami menargetkan angka itu [5,2%], tapi risikonya ada karena situasi global. IMF sudah merevisi turun ekonomi dunia. Banyak negara, termasuk Amerika Serikat, juga mengalami penurunan. Indonesia tidak terkecuali,” kata Sri Mulyani seperti yang disiarkan kanal YouTube Bloomberg Television, dikutip Rabu (26/6/2025).
Berdasarkan proyeksi IMF terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya mencapai 4,7%. Untuk itu, ujar Sri Mulyani, pemerintah akan melakukan intervensi kebijakan.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengungkapkan pemerintah akan mengandalkan kebijakan fiskal countercyclical untuk mendorong konsumsi dan investasi. Jika aktivitas ekonomi sedang lesu, pemerintah akan meningkatkan belanja untuk mendorong konsumsi rumah tangga.
“Kami meluncurkan sejumlah stimulus untuk menjaga daya beli dan investasi. Ini sangat penting karena kita tidak bisa terlalu bergantung pada ekspor,” ujarnya.
Meski begitu, dia melihat kinerja ekspor Indonesia masih cukup solid dengan pertumbuhan sekitar 7% secara tahunan. Angka itu menjadi salah satu penopang utama meskipun pasar global mengalami tekanan.
Sri Mulyani menegaskan bahwa strategi fiskal akan terus diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional sekaligus memberikan ruang bagi sektor riil untuk tumbuh di tengah ketidakpastian global.