Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan formulasi anyar harga patokan untuk bijih nikel limonit dan kobalt di tengah permintaan yang mulai meningkat untuk pasokan bahan baku baterai kendaraan listrik tahun ini.
Alasannya, APNI mengatakan harga patokan untuk nikel kadar rendah itu tidak kunjung diatur oleh pemerintah yang belakangan berdampak negatif untuk kegiatan hilirisasi bahan baku baterai tersebut.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey mengatakan harga patokan yang berlaku belakangan masih terbatas pada nikel kadar tinggi seperti saprolit untuk menghasilkan nikel pig iron. Konsekuensinya, kata Meidy, pelaku usaha sering mengalami kerugian untuk menjual bahan baku baterai kendaraan listrik tersebut.
“Saya tidak bisa sebutkan angkanya tetapi harganya terlalu jauh tidak bisa menutup ongkos karena kontraknya cost, insurance and freight [CIF] sedangkan dalam peraturan menteri untuk saprolit itu free on board [FOB] jadi kami tanggung semuanya,” kata Meidy melalui sambungan telepon, Kamis (12/5/2022).
Meidy meminta pemerintah dapat menetapkan formulasi harga patokan untuk bijih nikel limonit dan kobalt sesuai dengan pergerakan harga nikel di pasar dunia yang belakangan masih fluktuatif.
Di sisi lain, permintaan untuk nikel kadar rendah itu mulai mengalami peningkatan yang signifikan menyusul pembangunan sejumlah fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel kadar rendah seperti PT Halmahera Persada Lygend dan PT Huayou Nickel Cobalt.
Baca Juga
“Kalau kita menjual sesuatu di bawah ongkos produksi kita tidak dapat profit pasti akan ada kecolongan biaya ada biaya-biaya yang kita harus berikan untuk bayar kewajiban kalau pengusaha rugi pasti ada kecolongan,” tuturnya.
Sementara itu, dia mengatakan asosiasinya telah beberapa kali melakukan pembahasan bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ihwal penentuan formula harga patokan untuk bijih nikel limonit dan kobalt tersebut.
Menurut dia, Kementerian ESDM berkomitmen untuk menetapkan harga patokan itu pada tahun ini seiring dengan rencana pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian bijih nikel ketiga di dalam negeri. “Pemerintah janjikan tahun ini sudah ada formula patokan harga sebelum pabrik ketiga berdiri yang mengolah HPAL artinya kalau sudah ada tiga pabrik artinya pemerintah harus segera menentukan berapa harga yang sesuai,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah tengah merampungkan rancangan insentif untuk industri hilir nikel dalam negeri yang berkaitan dengan rantai pasok bahan baku baterai kendaraan listrik global. Rencananya pemerintah bakal memangkas tarif royalti khusus untuk nikel limonit yang digunakan sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik cukup dalam dari pungutan yang berlaku saat ini sebesar 10 persen.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan langkah itu diambil untuk menciptakan iklim investasi yang kompetitif pada industri baterai berbahan baku nikel di dalam negeri.
“Penurunan tarif royalti khusus untuk nikel limonit yang digunakan sebagai bahan baku baterai, di mana saat ini tarif royalti bijih nikel tidak dibedakan antara saprolite dan limonit yaitu sebesar 10 persen,” kata Sunindyo melalui pesan WhatsApp, Selasa (12/5/2022).
Selain pemangkasan tarif pungutan, Kementerian ESDM juga berencana untuk menetapkan formula baru untuk penentuan harga patokan bijih nikel limonit yang lebih rendah dibandingkan dengan harga bijih nikel untuk pemurnian produk lainnya.
“Langkah itu untuk menjadi daya tarik berkembangnya industri baterai berbahan baku nikel di dalam negeri, saat ini kebijakan atau insentif itu masih dalam proses penyesuaian regulasinya [di Kementerian Keuangan],” kata dia.