Bisnis.com, JAKARTA-Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia tidak takut kehilangan devisa negara sebagai dampak pelarangan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) sejak 28 April.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor minyak sawit mentah berkontribusi sebesar Rp112,82 triliun bagi perekonomian Indonesia sepanjang kuartal I 2022. Angka ini setara 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan Angka Dasar Harga Berlaku (ADHB) yang mencapai Rp4.513 triliun.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Veri Anggrijono memastikan pelarangan ekspor minyak sawit mentah tidak akan berlangsung lama.
“Itu konsekuensi ya [kehilangan devisa]. Kebijakan ini kan untuk rakyat juga supaya minyak goreng terjangkau,” kata Veri saat dihubungi Bisnis, Kamis (12/5/2022).
Veri mengeklaim minyak goreng curah di pasaran sudah mulai mendekati harga eceran tertinggi (HET) Rp14.000.“Ya pelarangan ini tidak akan berlama-lama. Saya baca-baca laporan Satgas Pangan sudah 50 persen di Indonesia harganya sudah sesuai HET,” kata dia.
Di sisi lain, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) memperkirakan ekspor pada minyak sawit pada bulan Mei ini akan anjlok sebesar 63 persen.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Gimni Sahat Sinaga menuturkan, sebelum pelarangan CPO pun, pada periode Januari-April volume ekspor CPO turun di level 15 persen, di bawah capaian tahun 2021.
“Nah di bulan Mei ini, bila sampai akhir bulan export belum diijinkan, maka volume expor akan drop 63 persen dari ke 3 kelompok itu, HS 1511; HS 1518 dan HS 2306,” ujar Sahat kepada Bisnis, Kamis (12/5/2022).
Menurut Sahat, dampak kebijakan ini pun merembet ke anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit. “Di kebun sawit panik, memanfaatkan ke kisruhan ini dengan alasan tidak boleh export, maka tidak beli TBS. Seharusnya ini tak perlu tetjadi kecuali tangki-tangki timbun PKS dan refinery sudah penuh,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Sahat mengungkapkan berdasarkan pantauan tim Gimni, dalam tiga hari ini Migor curah sudah digelontorkan 31.250 ton. Tapi harga yang beredar masih tinggi. Kata Sahat, hal itu dikarenakan migor curah dikemas ulang seperti menjadi minyak goreng kemasan.
“Misalnya yang terjadi di lapangan, migor curah bersubsidi nyelonong ke re-packer dan bisa jual Rp 21.000/liter. Banyak beralih ke industri makanan dan minuman, perhotelan, fast food dsb,” ungkapnya.