Bisnis.com, JAKARTA - Daya serap Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang rendah dituding jadi penyebab masifnya penjualan harga gabah petani baik gabah kering panen (GKP) dan gabah kering giling (GKG) di bawah harga pokok penjualan (HPP).
Menurut survei Badan Pusat Statistik atau BPS, kasus pembelian gabah di bawah HPP terus meningkat dari periode ke periode sepanjang tahun 2022, naik 4,47 persen pada Januari dibanding Desember 2021, sedangkan Februari naik 12,57 persen, Maret 18,73 persen, dan April 33,60 persen.
Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengungkapkan idealnya peran Bulog adalah ketika harga GKP dan GKG petani jatuh, maka harus membeli surplus supaya petani dan penggilingan tidak merugi.
“Tapi Bulog mengerem pengadaan, karena Bulog outletnya tidak ada. Itu dihilangkan dua tahun ini. Ketika ada raskin (beras miskin) yang kemudian diubah jadi rastra (beras untuk keluarga prasejahtera), (Bulog) dulu 3 juta ton penyalurannya per tahun. Sekarang jika tidak ada hilang berarti 3 juta ton,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Rabu (11/5/2022).
Dalam Permendag 24 tahun 2020 ditetapkan bahwa GKP di tingkat petani sebesar Rp4.200/kg dan di tingkat penggilingan sebesar Rp4.250/kg dan GKG di tingkat penggilingan Rp5.250/kg dan di gudang Bulog sebesar Rp5.300/kg, serta beras di gudang Perum Bulog Rp8.300/kg.
Khudori mengatakan sebelum 2017 serapan Bulog bisa sampai 2,4 juta ton per tahun. Namun sekarang hanya 1-1,5 juta ton per tahun sejak raskin/rastra dihilangkan. Akibatnya, menurut dia, beras jadi sumber deflasi secara rutin.
Baca Juga
“Menurut data BPS, itu beras jadi penyumbang deflasi ketimbang inflasinya. Dua tahun itu ada 7 bulan dalam 12 bulan selama 2020-2021 itu deflasi. Kalau tahun tahun sebelumnya, apalagi raskin dan rastra diubah banyak penyumbang inflasi tapi tergantung biasanya di musim-musim paceklik,” jelasnya.
Akibat hal itu, lanjut Khudori, ada kejadian yang masif penurunan gabah kering panen petani dijual dnegan harga di bawah HPP. Sepanjang 2018-2021 harga gabah negatif pertumbuhannya, minus 0,3, dan beras di grosir minus 1.
“Itu 2 tahun masif. Tahun lalu sepanjang tahun terjadi. Biasanya itu terjadi hanya di panen raya. Tapi kemarin sepanjang tahun. Tahun ini sampai April tetap di bawah HPP,” ucapnya.
Tidak hanya ke petani, Khudori mengungkapkan hal tersebut juga berpengaruh pada Bulog itu sendiri. Menurut dia, pekerjaan bulog utamanya adalah pelayanan publik dan meminimalisir komersil (Public Service Obligation). Dengan peran yang dikurangi, namun dengan jumlah pegawai yang tetap.
“Tapi sekarang pekerjaannya masih PSO. Ketika PSO tidak ada, oleng lah dia. Ketika PSO itu, raskin dan rastra, pekerjaan itu menyalurkan 3 juta ton. Di luar itu untuk operasi pasar, bantuan bencana itu tidak besar, 0,3 juta ton,” tutur dia.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaludin Iqbal memastikan pihaknya siap untuk menyerap gabah petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Namun, dengan catatan bahwa kualitas gabah harus sesuai yang dipersyaratkan dan kapasitas stok di Gudang Bulog belum penuh.
Menurutnya, apabila di satu wilayah sudah tidak memungkinkan karena harga sudah di atas HPP, maka pihaknya tidak akan melakukan penyerapan.
“Jika di bawah HPP kita masih memungkinkan melakukan penyerapan. Kita liihat bagaimana kondisi stok kita. Stok kita kan mendekati 1 juta ton. Karena ada range 1,5 kita masih akan melakukan penyerapan,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (11/5/2022).
Iqbal mengakui jika hal tersebut mungkin saja terjadi, namun bukan hanya pihaknya yang bertanggung jawab.
“Untuk penjualan gabah yang turun di bawah HPP-nya itu memang ada, tapi itu menjadi tanggung jawab semuanya bukan hanya Bulog. Semua institusi yang terkait itu. Inpres itu ditunjukan dari mulai menteri sampai gubernur. Untuk melakuksan sosialisasi kepada masyarakat petani, ada HPP itu loh, ada persyaratan kualitasnya,” tuturnya.