Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga BBG Naik Jadi Rp4.500, Begini Tanggapan BPH Migas

Kenaikan harga bahan bakar gas untuk sektor transportasi dapat meningkatkan investasi karena produsen BBG mendapatkanreturnyang cukup untuk terus berproduksi.
Kendaraan berbahan bakar gas mengantri di SPBG Mampang, Jakarta (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman
Kendaraan berbahan bakar gas mengantri di SPBG Mampang, Jakarta (5/2/2020). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian ESDM menaikkan harga jual bahan bakar gas (BBG) untuk sektor transportasi mulai 1 Mei 2022 sebesar Rp1.400 yaitu menjadi Rp4.500 per liter setara premium (lsp) dari harga sebelumnya Rp3.100 per lsp.

Penyesuaian harga BBG ini berdasarkan Keputusan Menteri atau Kepmen ESDM Nomor 82 Tahun 2022 tentang Harga Jual Bahan Bakar Gas yang digunakan untuk Transportasi. 

Berdasarkan beleid tersebut, Kementerian ESDM menyatakan penyesuaian harga jual bahan bakar gas yang digunakan untuk transportasi di wilayah Jakarta sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini sehingga perlu disesuaikan.

“Harga jual bahan bakar gas yang digunakan untuk transportasi pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebesar Rp4.500 untuk tiap satu liter setara premium (lsp) termasuk pajak-pajak,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif pada beleid tersebut dikutip Selasa (10/5/2022).

Jenis bahan bakar gas yang dimaksud adalah Compressed Natural Gas (CNG) yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor untuk transportasi jalan.

Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Saleh Abdurrahman menyebutkan kenaikan harga bahan bakar gas untuk sektor transportasi dapat meningkatkan investasi.

“Kalau dibandingkan harga BBM nonsubsidi tentu [BBG] lebih kompetitif. Jadi kenaikan harga jual ini diharapkan akan meningkatkan investasi disisi pengembang SPBG, infrastruktur pipa atau moda lainnya, converter kit serta sarana pendukung lainnya,” kata Saleh kepada Bisnis, Selasa (10/05/2022).

Saleh melihat bahwa dengan kenaikan harga jual ini produsen BBG mendapatkan return yang cukup untuk terus berproduksi dan dari pihak konsumen juga masih terjangkau atau masih lebih kompetitif dibanding dengan bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi.

“Pertimbangan tersebut tentu sesuai dengan tujuan agar pemanfaatan BBG semakin pesat,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurut Saleh, pemerintah perlu memastikan kecukupan alokasi gas di berbagai tempat yang sudah memiliki SPBG.

“Konsistensi pemerintah dalam pengembangan BBG untuk transportasi sebagai substitusi BBM dan untuk mendukung penurunan emisi gas rumah kaca. Ini harus diikuti dengan pembangunan infrastruktur pipa menuju ke lokasi SPBG yang sudah ada maupun yang potensial,” ujar Saleh.

Berikutnya, sambung Saleh, dukungan dari industri otomotif juga diperlukan untuk mendorong investasi pemanfataan BBG.

“Jadi diperlukan insentif untuk produsen dan konsumen BBG misalnya insentif untuk pembelian/pemasangan konverter kit,” tuturnya.

Selain pembangunan sarana dan sarana penunjang serta pemberian insentif, pemerintah perlu melakukan sosialisai untuk meningkatkan pemanfaatan BBG.

“Sosialisasi kepada masyarakat bahwa BBG aman dan lebih ramah lingkungan serta harganya yang lebih kompetitif dibading BBM non-subsidi,” tandas Saleh.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper