Bisnis.com, SOLO - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyoroti ketersediaan produksi minyak goreng seharusnya cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat.
Komisioner KPPU Chandra Setiawan mengatakan bahwa perkiraan produksi minyak goreng ada sekitar 3,2 juta ton.
"Sedangkan total ketersediaannya adalah 3,8 juta ton dan kebutuhannya pada Januari sampai Juni 3,1 juta ton. Jadi tak ada alasan untuk tidak ada stok jika kita lihat angka itu,” ujar Chandra pada Kamis (28/4/2022).
Sampai kini, KPPU masih terus mendalami dugaan praktik persaingan tidak sehat dalam industri minyak goreng. Pihaknya juga menemukan satu alat bukti kartel yang membuat harga minyak goreng di pasar melonjak hingga langka di pasar sejak awal tahun.
Dugaan kartel dipengaruhi struktur pasar minyak goreng yang oligopoli. Data consentration ratio (CR) KPPU pada 2019 menunjukkan empat industri besar minyak goreng menguasai lebih dari 40 persen pangsa industri tersebut di Indonesia.
Penyelidikan terhadap dugaan tersebut masih berlanjut dan statusnya dinaikkan ke langkah hukum. Bersamaan dengan itu, KPPU mendorong lembaga lain untuk menelusuri penyebab kelangkaan pasokan terhadap kemungkinan adanya penimbunan saat pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET).
Baca Juga
Lebih lanjut, Chandra mengatakan bahwa KPPU akan melihat dampak dari kebijakan pemerintah melarang ekspor crude palm oil (CPO) untuk mengatasi persoalan komoditas. Sebab penutupan keran ekspor disinyalir akan membuat harga kelapa sawit di tingkat petani atau tandan buah segar (TBS) tertekan.
“Yang harus dilihat juga perkembangan harga ke petani. Apakah posisi pelaku usaha yang membeli produk-produk pertanian itu harganya fair. Kita lihat, baru ada pengumuman (larangan ekspor) saja (harga TBS) sudah jatuh 50 persen,” katanya.
KPPU, kata dia, memiliki pekerjaan rumah melakukan pemantauan harga TBS kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng. Pemantauan utamanya dilakukan di daerah-daerah penghasil plasma.