Bisnis.com, JAKARTA – Meskipun investasi di sektor manufaktur tetap prospektif, simpang siur larangan ekspor crude palm oil (CPO) hingga polemik minyak goreng belakangan ini, berpeluang mempengaruhi kepercayaan investor.
Peneliti di Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan terlepas dari persoalan tersebut, penghiliran CPO masih bisa dioptimalkan untuk menambah semarak pengembangan produk hilir yang sudah dilakukan selama ini.
"Investor akan mempertimbangkan itu, kita dianggap tidak mampu mengatur urusan minyak goreng," kata Heri saat dihubungi, Rabu (27/4/2022).
Sebelumnya, pemerintah telah resmi menyetop ekspor RBD palm olein yang merupakan bahan baku minyak goreng. Tetapi, rumor yang beredar menyebutkan justru pemerintah melarang ekspor CPO. Akibat kesimpangsiuran aturan tersebut, harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani turun.
Sementara itu, terkait investasi manufaktur secara keseluruhan, Heri menilai pertumbuhannya berpeluang melampaui target pemerintah. Realisasi investasi pada kuartal I/2022 tercatat sebesar Rp103,5 triliun, tumbuh 17,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp88,3 triliun. Adapun, target pemerintah sepanjang tahun ini sebesar Rp310 triliun.
"Seiring dengan pemulihan ekonomi, maka manufaktur penjualannya akan meningkat, dan produksinya akan tumbuh. Bisa lebih baik dari tahun kemarin," lanjutnya.
Heri juga menilai sejumlah hambatan seperti inflasi, kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen, hingga harga bahan baku yang melonjak tajam, belum akan menahan laju investasi manufaktur di sisa tahun ini.
"Marketnya cukup besar dan kuat apalagi kalau sudah pulih daya belinya, saya rasa akan optimal, tidak ada masalah. Tinggal dipoles kebijakan-kebijakan yang kondusif," ujarnya.