Bisnis.com, JAKARTA — Hasil negosiasi Indonesia-Amerika Serikat (AS) berhasil membuat penurunan tarif bea masuk ke AS turun menjadi 19% dari sebelumnya 32%. Kendati, produk AS disebut dapat masuk ke pasar RI dengan tarif 0%.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan produk-produk AS yang berpotensi lebih mudah masuk ke Indonesia kebanyakan merupakan barang modal dan bahan baku.
Jika demikian, barang modal yang masuk dapat mendukung produktivitas industri nasional. Namun, Bhima menilai potensi tersebut percuma jika pasar domestik saat ini dibanjiri impor produk jadi yang menekan laju industri pengolahan.
“Iya kalau barang modal makin murah dari AS, tapi pasar domestiknya dibebani barang jadi impor plus ekspor terkendala tarif masih akan jadi tantangan,” kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (20/7/2025).
Adapun, dia menyebut beberapa daftar produk impor dari AS yang murah karena bea masuk 0% yakni suku cadang pesawat, kedelai, gandum, jagung, susu, keju, daging sapi, serta mesin industri.
“AS lebih banyak mengekspor produk mesin industri atau barang modal bukan elektronik ritel,” tuturnya.
Baca Juga
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mesin industri yang tergolong dalam HS 84-85 impor dari AS mencapai US$2,03 miliar pada 2024 atau naik dari tahun sebelumnya senilai US$1,95 miliar.
Gabungan Industri Pengerjaan Logam dan Mesin Indonesia (Gamma) menilai tarif 0% untuk produk AS ke Indonesia akan menguntungkan bagi industri pengguna barang-barang produksi AS.
Ketua Gamma Dadang Asikin mengatakan industri pengguna akan memiliki keleluasaan dalam menentukan pembelian dan penggunaan mesin-mesin AS yang masih banyak dibutuhkan di industri minyak dan gas untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi.
“Saat ini sempat tersaingi dengan produk-produk China dengan keunggulan di harga namun masih kalah dalam durability dan lifetime machine yang dihasilkan dibandingkan produk AS atau Eropa,” jelasnya kepada Bisnis.
Namun, dia tak memungkiri untuk industri produsen peralatan pabrik dan mesin dalam negeri, kebijakan tarif 0% memang akan memberatkan di tengah daya saing produk permesinan yang masih lemah dengan berbagai pekerjaan rumah yang masih banyak.