Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Author

Pradnyawati

Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Periode 2016-2021

Lihat artikel saya lainnya

OPINI: Tantangan Proteksionisme Pangan Global

Perang Rusia vs Ukraian memengaruhi cadangan pangan dunia dan kian mendisrupsi rantai pasok global yang sudah mulai terganggu sejak pandemi berlangsung.
Ilustrasi ladang gandum/Istimewa
Ilustrasi ladang gandum/Istimewa

Selama 2 tahun terakhir ini perdagangan produk pangan global telah menghadapi tantangan cukup berat yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Tantangan ini ditambah lagi dengan pecahnya konflik Rusia dan Ukraina yang dampaknya memengaruhi cadangan pangan dunia dan kian mendisrupsi rantai pasok global yang sudah mulai terganggu sejak pandemi berlangsung.

Rusia memainkan peranan penting dalam produksi dan pasokan pangan global. Negara itu menyuplai 20% kebutuhan gandum dunia. Produksi input sektor pertanian, yaitu pupuk, juga terkonsentrasi di Rusia.

Sementara dunia menjuluki Ukraina sebagai “keranjang roti” bukan tanpa alasan. Negara itu merupakan produsen utama dunia untuk gandum (peringkat ke-5), jagung (peringkat ke-6), dan serealia (peringkat ke- 6). Sejumlah 30% kebutuhan gandum Indonesia juga dikapalkan dari Ukraina.

Rusia dan Ukraina secara bersama-sama juga merupakan pemasok utama minyak nabati global. Dua negara itu adalah produsen dan eksportir penting minyak kanola yang berbahan baku rapeseed dan juga pemasok 52% kebutuhan dunia atas minyak biji bunga matahari (sunflower oil).

Harga bahan pangan yang sudah membubung sejak semester II/2020 diberitakan mencapai titik tertinggi di bulan Februari 2022. Harga gandum telah melonjak lebih dari 50%, harga jagung melambung 25%, harga minyak biji bunga matahari melesat lebih dari 35%, minyak kedelai sebesar 20%, dan minyak sawit meningkat sebesar 50%. Faktor penyebabnya antara lain adalah tingginya permintaan yang disebabkan oleh kepanikan pasar sejak meletusnya konflik Rusia-Ukraina, terdisrupsinya pasokan, dan mahalnya biaya logistik.

Tingginya permintaan dunia dan tidak stabilnya harga gas alam juga menyebabkan harga pupuk meningkat. Harga urea, misalnya, meningkat lebih dari tiga kali lipat akhir-akhir ini. Perkembangan ini secara langsung juga turut melambungkan biaya produksi sektor pertanian yang berujung pada peningkatan harga komoditas pangan.

Menyikapi situasi ini reaksi kelompok negara di berbagai belahan dunia bervariasi. Beberapa negara yang segera mengambil langkah aksi tercatat adalah Hungaria yang mengeluarkan larangan ekspor serealia. Moldova menunda pengapalan komoditas gandum, jagung, dan gula. Turki memperketat pengaturan tata niaga ekspor gandum dan Bulgaria melakukan rasionalisasi penjualan serealia di dalam negeri serta melarang penjualan ekspor. Otoritas Argentina juga diberitakan menerapkan larangan pengapalan kedelai ke luar negeri. Upaya ini diyakini merupakan langkah awal Pemerintah Argentina untuk menaikkan pajak ekspor kedelai yang saat ini mencapai 31%. Pemerintah Mesir juga telah melarang ekspor produk pertanian utamanya, termasuk berbagai jenis tepung, gandum dan kacang-kacangan. Bagaimana dengan Indonesia?

Gandum, yang merupakan bahan dasar mi instan, pasta, dan roti, menduduki peringkat pertama impor Indonesia dari Ukraina dengan nilai US$946,5 juta pada tahun 2021. Sementara pupuk merupakan komoditas kedua terbesar yang diimpor oleh Indonesia dari Rusia, setelah batu bara, dengan nilai US$326,1 juta pada tahun lalu.

Indonesia perlu segera mencari alternatif sumber pasokan baru untuk komoditas yang tidak tersedia di dalam negeri seperti gandum, dan komoditas yang demand-nya sangat tinggi di dalam negeri karena dikonsumsi sebagai bahan pangan dan pakan ternak, seperti jagung dan kedelai. Stok bahan pangan ini di dalam negeri harus tetap tinggi agar harga tetap stabil. Apabila harga jagung pakan melambung tinggi maka dampaknya akan sangat terasa ke harga ayam dan telur ayam yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat sebagai sumber protein. Sementara untuk kedelai pemerintah perlu memikirkan beban yang akan ditanggung konsumen apabila kedelai tidak tersedia karena banyak UMKM dan pedagang kecil yang menggunakan komoditas ini sebagai bahan baku dalam produksi tahu dan tempe.

Perlu diperhatikan juga bahwa skala perdagangan komoditas ini akan sangat mungkin menyusut karena faktor cuaca yang mengakibatkan gagal panen di belahan bumi Amerika Selatan, krisis di benua Biru, dan harga yang mulai membubung tinggi sejak masa pandemi.

Di tengah situasi seperti ini maka beberapa langkah aksi yang perlu dilakukan Indonesia baik secara individual maupun kolektif adalah sebagai berikut.

Pertama, dunia membutuhkan tata perdagangan produk pangan yang tetap terbuka. Kondisi tidak terjangkaunya harga pangan dan pakan serta impitan ekonomi dapat memantik krisis sosial, politik, dan ekonomi yang lebih serius.

Kedua, pemerintah perlu segera mencari alternatif sumber pasokan baru untuk komoditas pangan dan pakan yang belum dapat dipenuhi secara mencukupi dari sumber-sumber di dalam negeri.

Ketiga, pemerintah perlu mengintensifkan kembali upaya diversifikasi sumber pangan nasional berbasis pada potensi sumber pangan lokal guna memastikan ketahanan pangan nasional. Sumber pangan kaya karbohidrat itu meliputi umbi-umbian, sukun, sagu, pisang, dan kentang.

Keempat, pemerintah agar sedapat mungkin menghindari penerapan kebijakan perdagangan yang bersifat ad-hoc dan restriktif. Kebijakan perdagangan perlu mengkaji potensi dampak di pasar global karena reperkusinya akan terefleksikan kembali ke dalam negeri. Restriksi ekspor komoditas pangan mungkin dapat menjadi solusi jangka pendek, tetapi ia akan mengundang konsekuensi serius karena pasar akan langsung bereaksi dan berspekulasi disebabkan adanya risiko keterbatasan pasokan dan kenaikan harga internasional.

Kelima, Pemerintah perlu memperkuat engagement dan kerja sama bilateral, regional atau multilateral guna meningkatkan komunikasi, transparansi, asesmen, dan mencari solusi kolektif atas permasalahan pasar global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper