Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tingkat Pengangguran Turun, Inikah Hasil Kerja Keras APBN?

Jumlah pengangguran pada Agustus 2021 adalah 9,1 juta orang atau tingkat pengangguran terbukanya 6,49 persen. Jumlahnya turun dari Agustus 2020. Apakah ini disebabkan oleh defisit APBN?
Pejalan kaki melintas di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (7/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.
Pejalan kaki melintas di trotoar Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Selasa (7/4/2020). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay.

Bisnis.com, JAKARTA — Penurunan tingkat pengangguran menjadi salah satu indikator efektifnya penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN, meskipun terjadi defisit.

Namun, turunnya tingkat pengangguran di Indonesia dinilai belum menjadi cerminan belanja APBN yang baik karena terdapat berbagai faktor lain.

Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Fachru Nofrian menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 menekan kondisi perekonomian sejak 2020. Salah satu dampaknya, pemerintah harus memperlebar defisit APBN untuk bisa menambah belanja dalam rangka pencegahan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Dia menilai bahwa belanja pemerintah dan program pemulihan ekonomi harus membawa dampak yang signifikan, karena defisit APBN juga melonjak untuk mengakomodir hal tersebut. Salah satu indikator yang dapat diperhatikan, menurut Fachru, adalah turunnya tingkat pengangguran.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran pada Agustus 2021 adalah 9,1 juta orang atau tingkat pengangguran terbukanya 6,49 persen. Jumlahnya turun dari Agustus 2020 sebanyak 9,8 juta orang (7,07 persen) tetapi naik dari Februari 2021 sebanyak 8,7 juta orang (9,72 persen).

"Dampak kepada ekonomi diharapkan unemployment rate mengalami perlambatan, dan memang kalau melihat data ada penurunan. Namun, apakah ini disebabkan oleh defisit pemerintah [APBN] tadi atau hal lain?" ujar Fachru dalam diskusi publik bertajuk Masa Depan APBN & Warisan Utang Jokowi, Minggu (24/4/2022).

Dia menjelaskan bahwa selama pandemi, jumlah pengangguran dalam kategori informal bergerak cukup dinamis. Fachru menjelaskan bahwa ketika orang-orang kehilangan pendapatan atau pekerjaan, sebagian di antara mereka langsung beralih misalnya menjadi pengemudi ojek online (ojol).

Menurut Fachru, terdapat banyak jenis pekerjaan yang cenderung tidak memiliki tuntutan kemampuan yang tinggi (unskilled) dan bergantung kepada keinginan orang terkait. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan bagi dirinya, yakni sebenarnya seberapa efektif belanja pemerintah untuk menurunkan tingkat pengangguran tersebut.

"Apakah turunnya karena defisit APBN ini, atau ada sektor lain yang cenderung unskilled sehingga unemployment menurun? Ini perlu dikaji," ujarnya.

Dia menjelaskan bahwa pelebaran defisit APBN saat ini berkaitan dengan penerbitan utang pemerintah, yang kemudian akan menjadi warisan bagi pemerintahan selanjutnya. Fachru menilai bahwa pemerintah perlu menyusun rencana yang tepat siapa yang mampu dan aktivitas ekonomi apa yang dapat membayar 'warisan' itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper