Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Dagang Indonesia Surplus Akibat Perang Rusia-Ukraina, Indef Wanti-Wanti Ini

Indef menilai Indonesia perlu berhati-hati dengan ekonomi global saat ini meski neraca perdagangan surplus.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA - Perang Rusia-Ukraina ternyata berbuah manis pada neraca perdagangan Indonesia, khususnya ekspor nonmigas. Total nilai ekspor nonmigas Indonesia pada Maret 2022 meningkat sebesar 28,82 persen secara bulanan.

Ekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Eisha Maghfiruha Rachbini mengatakan Indonesia harus juga hati-hati dengan ekonomi global saat ini meski neraca perdagangan surplus. Pasalnya, jika perang tak kunjung usai, ekonomi global berpotensi inflasi dan pertumbuhan juga melambat.

“Namun ke depan, terutama jika konflik tidak kunjung selesai, ekonomi global dihadapi dengan resiko inflasi dan pertumbuhan yang melambat, maka bisa beresiko juga terhadap melambatnya permintaan komoditas non migas yang diekspor Indonesia,” ujar Eisha saat dihubungi Bisnis, Senin (18/4/2022).

Dikatakannya, Konflik Ukraina-Rusia memang menekan supply/pasokan dunia atas komoditas energi dan pangan. Selama harga komoditasnya tinggi, Indonesia sebaga ekportir akan mendapat keuntungan.

“Iya kenaikan tsb karena ada faktor kenaikan harga komoditas di pasar global. Kita dapat windfalls dari kenaikan harga,” tutur Eisha.

Menurut Eisha, dalam jangka pendek, ekspor komoditas Indonesia harus tetap mempertahankan bahkan meningkatkan pangsa pasar dengan mencari peluang dari konflik tersebut. Sebab, karena pelarangan produk rusia oleh sejumlah negara, komoditas Indonesia diharapkan bisa masuk memenuhi permintaan komoditas mereka.

Namun, untuk jangka menengah dan panjang, diversifikasi ekspor non komoditas dengan nilai tambah harus ditingkatkan.

“Dalam jangka menengah dan panjang, meningkatkan nilai tambah industri, melalui hilirisasi, diharapkan untuk substitusi impor, sehingga dapat mengurangi ketergangungan impor bahan baku,” tuturnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekspor yang tinggi didorong oleh ekspor nonmigas sebesar 43,82 persen yoy dan ekspor migas sebesar 54,75 persen yoy.

Kenaikan ekspor ini pun dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas akibat perang Rusia dan Ukraina.

BPS melaporkan, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga yang signifikan, misalnya harga minyak mentah Indonesia di pasar dunia atau ICP meningkat 18,58 persen secara bulanan atau 78,74 persen secara tahunan.

Di samping itu, beberapa komoditas nonmigas yang mengalami kenaikan harga yang tinggi, diantaranya batubara sebesar 49,91 persen, nikel 41,26 persen, dan minyak kelapa sawit 16,72 persen.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper