Bisnis.com, JAKARTA – Center of Economic and Law Studies (Celios) melihat hadirnya Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) menjadi penopang bangkitnya ekonomi asalkan penerima lebih spesifik secara sektoral.
Direktur Celios Bhima Yudhistira Adhinegara menyampaikan bahwa BPUM masih sangat dibutuhkan bagi pelaku usaha terutama yang terdampak pada kenaikan biaya produksi. BPUM menjadi keringanan bagi pelaku usaha akibat kenaikan harga pangan, bahan bakar minyak (BBM), serta LPG yang diperkirakan akan naik.
“Jadi kalau pemerintah mau sebenarnya BPUM itu nominalnya diperbesar dan penerimanya lebih spesifik sektoral. Sektor mana yang pulihnya lambat, bisa ditambah BPUM-nya,” ujar Bhima, Minggu (10/4/2022).
Menurutnya, nominal ideal bagi para pelaku usaha tersebut adalah seperti tahun lalu, yaitu Rp1,2 juta. Namun, jika pemerintah keberatan dengan anggaran tersebut, dapat diberikan pada sektor yang lebih spesifik.
Bhima mengambil contoh pada UMKM sektor makanan dan minuman agar ditambah nominalnya, yang mana seharusnya bantuan dapat menjadi satu dengan BLT minyak goreng.
Direktur Celios tersebut melihat beberapa sektor yang masih sangat membutuhkan bantuan yaitu, makanan, pakaian jadi, pariwisata, industri kecil, bahkan perikanan yang sempat terdampak kelangkaan solar.
Baca Juga
Selain BPUM, pemerintah terus menggencarkan berbagai bantuan untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat serta pelaku usaha.
Melansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, Presiden Jokowi telah mengumumkan kebijakan BLT Minyak Goreng yang diberikan kepada 20,5 juta keluarga yang termasuk dalam daftar Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH), serta 2,5 juta PKL yang berjualan makanan gorengan.
Bantuan diberikan untuk tiga bulan dengan besaran sebesar Rp100.000 setiap bulannya dan dibayar di muka pada bulan April. Selain itu, Bantuan PKH dan Kartu Sembako serta BLT Desa juga terus digulirkan pemerintah.
Satu hal yang menjadi catatan penting dari Bhima, adalah pelaku UMKM tidak cukup hanya diberikan BPUM yang bersifat sementara. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait harus melakukan pemberdayaan termasuk membawa UMKM untuk go digital.
Belum cukup sampai di situ, para pelaku UMKM wajib diberikan pendampingan untuk masuk ke pengadaan barang jasa pemerintah.
“Kemaren itu Pak Jokowi marah-marah soal impor barang pengadaan, pemerintah BUMN itu besar sekali belanjanya, porsi umkm itu di pengadaan barang kecil, kurang dari 30 persen,” jelasnya.
Pada acara aksi afirmasi Bangga Buatan Indonesia (BBI) yang digelar 25 Maret 2022, Jokowi protes karena keberadaan produk lokal minim di kalangan pemerintah yang didominasi produk impor.
Dalam paparannya, Jokowi menyampaikan bahwa pengadaan barang dan jasa anggaran modal Pusat sebesar Rp526 triliun, Daerah sebesar Rp535 triliun, serta BUMN Rp420 triliun. Padahal, menurut Jokowi, jika 40 persen dari anggaran tersebut digunakan untuk membeli produk UMKM atau lokal, dapat memacu pertumbuhan ekonomi.
Bagaimana pun juga, lebih lanjut Bhima menjelaskan bahwa bantuan masih harus tetap diberikan, karena sekitar 80 persen UMKM masih membutuhkan dukungan dana permodalan.
“BPUM bisa jadi salah satu alternatif permodalan karena pinjaman di lembaga keuangan itu belum tentu approval rate nya tinggi karena mereka masih melihat faktor risiko dan lain-lain,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang berharap pemerintah dapat membuat skema perbankan khusus UMKM di masa setelah pandemi.
“Harapan kami ada skema khusus yang bisa dipenuhi oleh UKM kita, skema permodalan pasca pandemi, misalnya,” ujar Sarman, Minggu (10/4/2022).
Pasalnya, Sarman melihat meski tersedia kredit usaha rakyat (KUR), pelaku usaha perlu melampirkan cash flow dan omzet dua tahun terakhir yang sudah pasti kurang baik.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa pemberian kemudahan dapat dilakukan dengan melihat kinerja usaha sebelum pandemi. Melalui pemberian yang sesuai dan dibutuhkan UMKM, Sarman berharap hal tersebut dapat menopang bangkitnya perekonomian.
“Harapan kami, ketika mereka membutuhkan modal, mereka akan lebih memilih lembaga keuangan daripada rentenir. Ekonomi kita akan semakin naik, yang paling penting ini adalah UKM akan menambah tenaga kerja,” ujarnya.
Sementara itu, selaras dengan Bhima, Sarman melihat kebutuhan pendataan secara sektoral sebelum memberikan bantuan sehingga bantuan dapat disalurkan tepat sasaran dan tepat waktu.
“UMKM itu terdiri dari aneka usaha, ada perdagangan, jasa, kontraktor, pedagang kaki lima, warteg, bengkel, salon, dan lainnya, banyak sekali jenis. Diharapkan ada suatu database yang valid dan pasti sehingga berdasarkan data itu lah pemerintah dapat menyalurkan BLT tepat sasaran dan tepat waktu,” lanjutnya.
Meski masih dapat dikatakan cukup terpuruk, Bhima yakin UMKM masih akan menjadi kontributor terbesar PDB di tahun ini. Melihat data tahun lalu, UMKM menyumbang sekitar 60 persen PDB Indonesia.
“Masih jadi kontributor yang cukup besar, perkiraannya akan bertahan di 60 persen terhadap PDB, karena pemulihan ekonomi akan bertumpu pada pemulihan UMKM,” tutup Bhima.