Bisnis.com, JAKARTA - Indonesia sebaiknya melihat pengalaman negara lain yang sudah lebih dahulu punya kemandirian alat kesehatan, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Korea Selatan agar dapat menghadirkan kemandirian alkes di Tanah Air. Negara-negara tersebut menerapkan dua strategi umum, yaitu pembukaan jalur pemasaran dan pembentukan ekosistem alkes.
Hal tersebut seperti disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kesahatan Charles Honoris, guna merespons pernyataan Presiden Joko Widodo soal alat kesehatan yang masih bergantung pada impor. Kamar Dagang dan Industri Indonesia memberi masukan kepada pemerintah lewat hasil diskusi terfokus bertajuk Mengapa Alat Kesehatan Indonesia Belum Mandiri Juga? yang digelar secara daring, Jumat (8/4/2022).
Charles Honoris mengatakan fakta-fakta yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi perlu disadari oleh seluruh pemangku kebijakan bahwa masih ada sesuatu hal yang belum tepat dalam strategi dan pelaksanaan kemandirian alkes di Indonesia. Tentu, kata dia, kondisi ini harus menjadi pemicu untuk mencari tahu penyebabnya.
“Banyak yang bertanya, apakah produknya tersedia, tetapi niat pemerintah untuk membeli produk dalam negeri yang tidak ada. Atau apakah produknya memang tidak tersedia sehingga pemerintah terpaksa memenuhi produksi dari luar negeri. Bila demikian, apa yang harus kita lakukan bersama untuk membuat produk tersebut tersedia” katanya.
Menurut Charles, pertanyaan-pertanyaan ini penting untuk digali dan dicari jawabannya, karena saat ini yang berkembang justru berbagai framing dan sikap playing victim yang menyalahkan kelambanan industri, importir dan mafia alkes sebagai penyebab lambatnya kemandirian alkes.
“Framing dan playing victim ini harus kita tinggalkan, karena akan mengaburkan pandangan dan menjauhkan kita dari akar masalah yang sebenarnya, sehingga kita terus terjebak dalam retorika dan saling menyalahkan. Untuk itu, sebagai organisasi profesional yang menaungi dunia usaha di Indonesia, Kadin Indonesia menggelar acara ini dengan tujuan untuk mendapatkan masukan yang objektif dan profesional sebagai modal mewujudkan harapan Bapak Presiden,” ujarnya.
Baca Juga
Dalam upaya mendapatkan jawaban-jawaban di atas, menurut Charles, ada baiknya jika Indonesia melihat pengalaman negara lain yang sudah lebih dahulu punya kemandirian alat kesehatan, seperti Tiongkok, Taiwan, dan Korea Selatan. Negara-negara tersebut menerapkan dua strategi umum, yaitu pembukaan jalur pemasaran dan pembentukan ekosistem alkes.
“Negara-negara tersebut memulai kemandirian dengan memiliki komitmen yang kuat untuk membeli alat kesehatan dalam negeri sebanyak mungkin dan tetap memperhatikan unsur keamanan, kualitas dan ketersediaan. Dengan terbukanya jalur pemasaran, maka ekosistem alat kesehatan nasional akan terbentuk,” ujar Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR ini.
“Produsen komponen, bahan baku, sarana pengujian dan lain-lain juga akan terbentuk seiring dengan meningkatnya permintaan pasar untuk alat kesehatan dalam negeri,” imbuhnya.
Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Lucia Rizka Andalusia, mengungkapkan sejumlah alasan mengapa alat kesehatan Indonesia belum mandiri.
“Pertama soal industri hulu yang belum memadai. Hal ini membuat terbatasnya ketersediaan bahan baku dalam negeri,” katanya.
Hal lainnya, tuturnya, adalah ekosistem investasi di bisnis alat kesehatan belum terbentuk. “Serta laboraturium uji alat kesehatan yang terbatas,” ujarnya.
Sementara itu Staf Khusus Menteri Kesehatan bidang Ketahanan Industri Obat dan Alat Kesehatan Laksono Trisnantoro mengungkapkan beberapa alasan masyarakat dan penyedia layanan kesehatan lebih suka membeli alat kesehatan impor daripada produk lokal. Pertama, menurut dia, belum banyak kampanye bangga beli produk Indonesia untuk alkes.
“Meski tidak semua, banyak dokter yang bilang, alat dalam negeri kurang bermutu. Di sini perlunya kampanye bangga beli produk alkes Indonesia kepada para dokter sebagai pelayan kesehatan. Kalau pasien kan ikut anjuran dokter saja. Jadi, persepsi brand terhadap alkes dalam negeri dari dokter itu sangat penting,” tegas Laksono.