Bisnis.com, JAKARTA – Tingginya harga minyak dunia yang masih lebih dari US$100 per barel, menyebabkan terkereknya harga Indonesia Crude Price (ICP) atau indeks minyak mentah Indonesia sebesar US$17,78 per barel dari semula US$95,72 per barel menjadi US$113,5 per barel.
Tingginya harga minyak tersebut seharusnya dapat meningkatkan investasi hulu migas nasional. Sayangnya, investasi migas di Indonesia masih dianggap kurang menarik. Berdasarkan data Kementerian ESDM, investasi migas yang masuk pada tahun 2021 baru mencapai US$15,9 miliar dari target US$16,21 miliar.
Selain itu, hengkangnya beberapa perusahaan migas raksasa a.l. ConocoPhilips dari Blok Koridor, Chevron dari Blok Rokan, Shell dari Masela, dan Total di Blok Mahakam juga menunjukkan investasi migas di Indonesia kurang menarik.
Meskipun target investasi migas tahun lalu tidak tercapai, pada tahun ini, pemerintah meningkatkan target investasi migas sebesar US$17 miliar. Oleh sebab itu, Deputi Operasional SKK Migas Julius Wiratno mengatakan pihaknya melakukan inisiatif untuk menarik investor.
“Salah satu [cara menarik minat investor migas] adalah dengan mempromosikan easy doing business upstream melalui kemudahan perizinan, serta memberikan berbagai insentif untuk keekonomian proyek dengan prinsip win-win,” jelas Julius kepada Bisnis, Jumat (08/04/2022).
Selain itu, sambung Julius, adanya investment attractiveness diperlukan investor untuk meningkatkan investasi di Indonesia, terutama mencari cadangan baru melalui kegiatan eksplorasi.
Baca Juga
“Adanya investment attractiveness diperlukan investor. Investment attractiveness terdiri dari dua hal, yakni, pertama adalah tingkat prospectivity [peluang penemuan cadangan migas] yang tinggi dan yang kedua fiscal arrangement. Hal ini masih perlu diperbaiki dengan melihat kompetisi di negara lain,” pungkas Julius.