Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah dunia masih bertengger di atas US$100 per barel. Hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia menaikkan harga Indonesia Crude Price (ICP) atau indeks minyak mentah Indonesia sebesar US$17,78 per barel dari semula US$95,72 per barel menjadi US$113,5 per barel.
Dengan kenaikan harga minyak tersebut, SKK Migas memanfaatkan momentum dengan mendorong KKKS untuk melakukan investasi yang lebih agresif, serta mendorong KKKS untuk melaksanakan programnya lebih awal sejak awal tahun. Selain itu, SKK Migas juga menargetkan produksi gas alam nasional pada 2030 sebesar 12 BSCFD dan memperluas pasar ekspor.
Moshe Rizal, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) menyatakan gas alam Indonesia kurang kompetitif jika dibandingkan gas dari negara lain.
“Harga gas Indonesia lebih mahal daripada gas dari AS, Qatar, Australia, dan Rusia, sehingga sulit bersaing di pasar global. Agar proyek gas alam terus berlangsung perlu ada peningkatan demand dari dalam negeri. Demand dalam negeri bisa diperoleh dari switching LPG ke gas alam sehingga bisa mengurangi impor LPG dan penggantian diesel untuk pembangkit listrik menjadi gas,” urai Moshe dalam acara Market Review yang diselenggarakan oleh IDX Channel, Jumat (08/04/2022).
Akan tetapi, serapan gas alam di dalam negeri belum bisa diandalkan untuk menjaga keberlangsungan proyek gas alam, karena kurangnya infrastuktur, sehingga ekspor masih menjadi pilihan utama KKKS.
“Demand di dalam negeri belum banyak, padahal gas alam [yang sudah diproduksi] tidak bisa disimpan terlalu lama. Jadi, ekspor masih menjadi prioritas kami. Jadi kami akan berfokus pada ekspor di kawasan Asean, terutama ke Singapura dan Thailand, karena mereka butuh gas [Indonesia], dengan terus meningkatkan suplai,” terang Moshe.
Baca Juga
Menurut Moshe, peningkatan ekspor gas alam ke negara-negara Asean menambah Devisa negara.
“Kita tingkatkan ekspor ke negara-negara Asean, sembari meningkatkan demand dan infrastuktur di dalam negeri. Itu adalah sumber devisa bagi negara produsen dan eksportir gas seperti Indonesia,” tegas Moshe.
Berdasarkan data dari BPS, Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, dan Taiwan merupakan negara tujuan utama ekspor gas Indonesia. Dengan merebaknya pandemi Covid-19 di China, menurut Direktur Energy Watch Mamit Setiawan, ekspor gas alam Indonesia turut terganggu.
“Ekspor gas Indonesia biasanya dalam bentuk kontrak. Jadi memang sudah ada komitmen yang dibangun. Jika ada lockdown [di China], pengiriman gas memang akan terganggu tetapi komitmen sudah ada,” ujar Mamit kepada Bisnis, Jumat (08/04/2022).
Sementara itu, untuk worst case situation, menurut Mamit, gas kan dijual ke pasar spot jika tidak ada pembeli.
“Jika tidak ada yang ambil mau tidak mau gas akan dijual ke pasar spot,” tutup Mamit.