Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bahan Baku dari China Macet, Spindo (ISPP) Diversifikasi Pemasok

Sepanjang tahun lalu, Spindo melakukan pembelian bahan baku sebesar 346.064 ton, dimana 43,6 persen di antaranya atau sebesar 149.418 ton didatangkan dari impor. Adapun, 56,4 persen atau 196.646 disuplai oleh produsen dalam negeri.
Ilustrasi/spindo.com
Ilustrasi/spindo.com

Bisnis.com, JAKARTA - Produsen pipa baja PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk. (ISSP) atau Spindo melakukan diversifikasi pemasok bahan baku di tengah gejolak geopolitik dunia dan lonjakan harga. Perkembangan terbaru, terjadi lockdown yang meluas di China yang ditengarai akan berdampak ke pasokan bahan baku industri baja dalam negeri.

Sebagai catatan, China merupakan produsen baja terbesar di dunia dengan volume produksi pada tahun lalu sebesar 1.032,8 juta ton.

Chief Strategy Officer Spindo Johanes Edward mengatakan perseroan memang mengimpor sebagian bahan bakunya dari China. Namun, dipastikan saat ini pasokan dalam kondisi aman karena tak hanya mengandalkan China

"Pemasok kami bukan hanya dari China, tetapi juga dari Korea, Jepang dan tentunya lokal," kata Johanes kepada Bisnis, Kamis (7/4/2022).

Sepanjang tahun lalu, Spindo melakukan pembelian bahan baku sebesar 346.064 ton, dimana 43,6 persen di antaranya atau sebesar 149.418 ton didatangkan dari impor. Adapun, 56,4 persen atau 196.646 disuplai oleh produsen dalam negeri.

Selain risiko kemacetan rantai pasok, industri baja juga menghadapi kenaikan harga yang tinggi akibat konflik Rusia-Ukraina. Namun, Johanes mengaku dampaknya ke perseroan masih dapat diantisipasi sampai saat ini.

Pasalnya, perseroan memiliki jaringan supplier yang luas sehingga dapat menerima pasokan dari sumber dengan harga bersaing. Selain itu, stok bahan baku juga masih memadai untuk produksi beberapa bulan ke depan.

"Kalau mengenai kenaikan harga, ini tentunya berdampak ke seluruh pemain. Kami justru yang terdampak lebih ringan karena keberadaan stok yang cukup. Kenaikan harga ini akan lebih dirasakan dampaknya oleh pesaing dengan kekuatan modal yang lebih kecil," jelasnya.

Sementara itu, tahun ini perseroan membidik pertumbuhan volume produksi berkisar 20 persen hingga 30 persen. Pada 2021, realisasi produksi dipastikan menembus 300.000 ton. Johanes memprediksi realisasi tahun lalu berkisar 305.000 ton hingga 320.000 ton.

Utilitas kapasitas produksi sudah membaik di atas 60 persen dan diproyeksikan naik seiring dengan pertumbuhan permintaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper