Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendorong agar tunjangan fungsional penguji kendaraan bermotor atau uji kir ditingkatkan, karena dinilai masih rendah.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno menilai tunjangan fungsional penguji kendaraan bermotor yang masih minim turut menjadi penyebab suburnya praktik pungutan liar (pungli) di Pengujian Kendaraan Bemotor (PKB) atau Kir.
Sebagai salah satu konsekuensinya, lanjut Djoko, maraknya pungli akan turut menyulitkan upaya pemerintah dan aparat dalam mengatasi kendaraan berdimensi dan bermuatan lebih atau (over dimension over load/ODOL).
"Praktik pungli ini akan semakin menyulitkan kebijakan zero kendaraan berlebih dimensi dan muatan [ODOL] Januari Tahun 2023," ujar Djoko, Senin (4/4/2022).
Djoko mensinyalir masih adanya praktik pungutan liar di sejumlah PKB yang diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota. "Pungutan itu kisaran Rp1,5 juta hingga Rp4 juta per unit kendaraan," ujar Djoko.
Praktuk pungli tersebut diduga dapat dilakukan oleh oknum penguji, oknum biro jasa atau kerja sama antara oknum penguji dan oknum biro jasa.
Baca Juga
Kendati proses pembayaran saat ini sudah dilakukan secara daring, Djoko menilai tunjangan fungsional yang masih minim tetap berpotensi menjadi pemicu terjadinya pungli, selain faktor karakter individu sang penguji.
Djoko menegaskan bahwa praktik pungli menjadi beban bagi perusahaan angkutan barang. Sebagai konsekuensinya, untuk menutup pengeluaran tersebut, maka mereka melakukannya dengan cara mengangkut muatan secara berlebih (over load) dan dengan kendaraan dimensi berlebih (over dimension).
Saat ini, tunjangan yang diberikan kepada jabatan fungsional penguji kendaraan bermotor berkisar antara Rp200.000 sampai dengan Rp440.000. Besaran tunjangan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 107/2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor. Melalui Perpres tersebut, pemerintah memberikan tunjangan bulanan dengan nilai yang terendah Rp200.000 dan tertinggi Rp440.000.
Selain itu, sejak beberapa tahun yang lalu terdapat tunjangan kinerja (tukin) yang nilainya jauh lebih besar. Namun, karena penguji berada di bawah pemerintah daerah (pemda), maka besaran tukin berbeda-beda tergantung kepada kekuatan APBD pemda setempat.
"Tunjangan jabatan fungsional penguji seyogyanya mendapatkan perhatian khusus dengan mempertimbangkan keahlian dan tugasnya yang erat terkait dengan aspek keselamatan transportasi. Terlebih lagi, keahlian penguji juga harus selalu mengikuti perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang sangat dinamis," tutur Djoko.
Untuk itu, Djoko menilai Perpres 107/2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Penguji Kendaraan Bermotor sudah selayaknya direvisi, mengingat sudah lama dan perkembangan teknologi kendaraan bermotor juga semakin menuntut keahlian khusus.
"Pengawasan terhadap penyelenggaraan PKB di daerah perlu dilakukan secara efektif. Pengawasan yang efektif bukan sekedar menyuruh orang untuk datang mengawasi. Mesti ada pedoman bagaimana tata cara mengawasi, apa yang diawasi, siapa yang memiliki kualifikasi sebagai pengawas, kapan diawasi, sistem pelaporannya, isi laporannya, dan sebagainya," ujarnya.
Djoko menyebut peningkatan tunjangan jabatan perlu ditingkatkan ke besaran yang memadai, misalnya terendah Rp2 juta dan tertinggi Rp4 juta. Menurutnya, besaran tersebut cukup untuk menghindari potensi pungli. Terkait dengan sumbernya, tambah Djoko, besaran tunjangan jabatan itu dapat diambil dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.
"Apabila dalam pelaksanaannya masih tetap terjadi pungli, maka penyelenggaraan KIR tersebut dapat diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat," terang Djoko yang juga merupakan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata.
Untuk diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama dengan instansi lain akan menerapkan Kebijakan Zero ODOL pada Januari 2023. Pengujian kendaraan bermotor merupakan salah satu syarat yang menentukan kendaraan bermotor itu masih dapat dinyatakan laik jalan.
Undang-Undang (UU) No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyebut dalam Pasal 49 ayat 1 bahwa kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian. Kemudian, ayat 2 mengatur pengujian meliputi dua macam ujian yakni uji tipe dan uji berkala.
Kemudian, pasal 53 ayat 1 menyatakan uji berkala diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan. Sementara itu, pada ayat 2, pengujian berkala meliputi kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor dan pengesahan hasil uji.
Selanjutnya, pasal 53 ayat 3 menjelaskan bahwa kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor dapat dilaksanakan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari pemerintah; atau unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari pemerintah.
Saat ini, terdapat sebanyak 314 Unit Pelaksana Uji Berkala Kendaraan Bermotor (UPUBKPB) atau 61 persen yang beroperasi dari 508 kabupaten/kota se Indonesia. Masih ada 194 kabupaten yang belum memiliki UPUBKB atau Kir.