Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah akan mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Direktur Peraturan Perpajakan I Hestu Yoga Saksama menyampaikan, kripto dihitung sebagai objek pajak lantaran kripto bukanlah mata uang.
"Selain PPh, juga akan kena PPN. Tapi kecil banget nanti. Nah yang kecil itu kita sebut dengan besaran tertentu," kata Yoga kepada awak media, Jumat (1/4/2022).
Dia juga menambahkan, bahwa tarif PPN final yang bakal dikenakan sebesar 0,1 persen.
Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal menyampaikan dalam regulasi turunan yang disiapkan pemerintah akan menerapkan prinsip kemudahan dan kesederhanaan. Pemerintah, melalui Ditjen Pajak, akan memulai pungutan atas aset kripto dan transaksinya pada tahun ini.
"Secara umum dapat saya sampaikan bahwa model transaksinya kurang lebih sama dengan model transaksi saham di bursa. Jadi ada pemotong yang memungut kemudian dengan tarif tertentu yang sifatnya katakanlah final," kata Yon Arsal kepada awak media, Jumat (1/4/2022).
Saat ini, pemerintah tengah menyusun aturan turunan untuk mengatur detail besaran PPN dan PPh atas aset kripto.
Nantinya, aturan turunan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.
Adapun, nilai transaksi perdagangan aset kripto dalam negeri tumbuh signifikan selama dua tahun terakhir.
Kementerian Perdagangan saja mencatat, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp64,9 triliun pada 2020 dan tercatat Rp859,4 triliun pada tahun lalu. Dari data tersebut, transaksi perdagangan aset kripto periode Januari hingga Februari 2022, tercatat sebesar Rp83,3 triliun.