Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pajak Karbon Diundur hingga 1 Juli 2022, Begini Persiapan Sri Mulyani & Tim

Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani sedang berbagai aturan teknis pelaksanaan pajak karbon seperti tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon.
Polusi udara Jakarta. Gambar diambil menjelang Asian Games tahun lalu./Reuters
Polusi udara Jakarta. Gambar diambil menjelang Asian Games tahun lalu./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Terkait dengan mundurnya implementasi pajak karbon, Kementerian Keuangan mengaku masih sedang berbagai aturan teknis pelaksanaan pajak karbon seperti tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon.

Sementara itu, aturan pendukung lain seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik akan ditetapkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM).

Pajak karbon sendiri semula akan diterapkan pada 1 April 2022, tetapi harus diundur hingga 1 Juli 2022. Kementerian Keuangan yang dikepalai oleh Sri Mulyani Indrawati, menegaskan pihaknya masih merampungkan roadmap kebijakan ini.

Tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan APBN semata, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

"Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat mengubah perilaku para pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon," lanjut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, Jumat (1/4/2022)

Seperti disampaikan sebelumnya, proses penyusunan peta jalan (roadmap) pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Dia mengatakan peta jalan pajak karbon diantaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.

Dalam implementasinya, Febrio mengatakan pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon ini tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi pascapandemi.

"Pengenaan pajak karbon akan dilakukan bertahap dengan memperhatikan prioritas dalam pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia," ungkapnya.

Hal ini bertujuan agar pengenaan pajak karbon yang berlaku di Indonesia dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.

Saat ini, risiko dan dinamika ekonomi global mengalami eskalasi yang sangat tinggi, terutama akibat konflik Rusia dan Ukraina, serta percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju terutama Amerika Serikat.

Kedua faktor tersebut mengakibatkan lonjakan harga komoditas global yang sangat tinggi khususnya komoditas energi dan pangan, menurut Febrio.

"Kondisi ini memberikan tekanan inflasi di banyak negara di dunia termasuk Indonesia," tegasnya.   

Dengan perkembangan tersebut, dia mengungkapkan fokus pemerintah saat ini adalah memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga energi dan pangan di dalam negeri, termasuk memberikan berbagai bentuk perlindungan sosial untuk melindungi masyarakat miskin dan rentan dari dampak kenaikan harga.

"Proses penyempurnaan skema pasar karbon termasuk peraturan perundang-undangan terkait, yang akan menjadi pelengkap penerapan pajak karbon, juga membutuhkan penyempurnaan."

Oleh sebab itu, pemerintah akan menerapkan pajak karbon saat regulasi dan kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon lebih siap.

“Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal”, tutup Febrio.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ni Luh Anggela
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper