Bisnis.com, JAKARTA – Penetapan Pertalite sebagai bahan bakar minyak jenis bahan bakar khusus penugasan menggantikan Premium berpotensi menambah berat utang pemerintah ke PT Pertamina.
Berita itu menjadi salah satu dari lima berita pilihan Bisnisindonesia.id sepanjang Rabu (30/03/2022) selain aral melintang di industri keuangan syariah dalam upaya menggarap dana mmat dan KPBU menjadi alternatif andalan pembiayaan infrastruktur.
Terdapat pula informasi mengenai kajian bahwa pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur bukan jalan pintas bagi penyelesaian masalah yang dihadapi Jakarta selama ini dan prospek terang-benderang properti yang dibangun dengan konsep transit oriented developemnt (TOD).
Berikut ini adalah intisari dari setiap berita pilihan:
1. Menumpuk Utang Kompensasi Subsidi BBM yang Kian Bengkak
Keputusan pemerintah yang menetapkan Pertalite sebagai bahan bakar minyak jenis bahan bakar khusus penugasan menggantikan Premium berpotensi menambah berat utang pemerintah ke PT Pertamina (Persero), mengingat terus meningkatnya volume konsumsi BBM tersebut.
Selama ini, pemerintah menanggung beban yang cukup berat dari subsidi harga BBM Solar serta kompensasi yang diberikan kepada Pertamina akibat selisih harga jual eceran Premium. Utang tersebut bahkan kini sudah menembus angka Rp80 triliun.
Dengan ditetapkannya Pertalite menjadi BBM penugasan seperti halnya Premium, tentu akan menambah besar utang tersebut. Ditambah lagi, konsumsi Solar maupun Pertalite berpotensi terus meningkat bahkan melebihi kuota yang ditetapkan pada tahun ini.
2. Aral Melintang Industri Keuangan Syariah Menggarap Dana Umat
Indonesia merupakan negara besar mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Tingginya jumlah penduduk muslim diikuti dengan perkembangan industri keuangan syariah. Pada 1980 mulai muncul inisiatif pendirian bank Islam Indonesia melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam.
Alan tetapi, lahirnya industri keuangan syariah diawali pada 1983 ketika terjadi deregulasi perbankan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia saat itu memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga. Pemerintah berharap kebijakan deregulasi mampu menciptakan industri perbankan yang lebih efisien dan kuat dalam menopang perekonomian.
Akan tetapi, perkembangan industri keuangan syariah cenderung stagnan dan itu menjadi perhatian khusus Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang menyatakan Indonesia sebagai penduduk dengan mayoritas umat muslim selama ini hanya menjadi pasar bagi ekonomi dan keuangan syariah.
3. KPBU, Alternatif Pembiayaan Infrastruktur yang Jadi Andalan
Data Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa dana yang dibutuhkan untuk membiayai pembangunan infrastruktur selama 2020—2024 adalah US$441 miliar.
Pemerintah jelas tidak sanggup menyediakan sepenuhnya kebutuhan dana tersebut dan hanya mampu menyisihkan US$163 miliar. Selebihnya diharapkan oleh badan usaha milik negara sebanyak US$93 miliar dan swasta US$185 miliar.
Saat ini Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat ada 50 proyek yang dibiayai menggunakan skema. Sebanyak 72 persen dari jumlah proyek tersebut milik pemerintah pusat dan sisanya persen pemerintah daerah.
Berdasarkan klasifikasi sektor, terdapat 17 proyek KPBU sektor jalan, 10 proyek sektor air, 3 proyek sektor energi, 4 proyek sektor ICT, dan 6 proyek sektor transportasi. Lalu, 1 proyek sektor efisiensi energi, 5 proyek sektor waste management, 1 proyek kawasan industri, dan 3 proyek perumahan.
4. Ibu Kota Pindah Bukan Jalan Pintas Selesaikan Masalah Jakarta
Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur antara lain disebabkan oleh semakin meningkatnya beban Jakarta.
Jakarta, kota metropolis besar yang tidak pernah menangkap imajinasi internasional seperti Bangkok atau Hanoi, tenggelam di bawah beban ekstraksi air tanah yang tidak diatur, tersumbat oleh lalu lintas, diselimuti oleh kabut asap dan penuh sesak.
Jalan tol di Jakarta tersumbat kemacetan./Antara
Akan tetapi, terlepas dari ibu kota dipindah atau tidak, Jakarta masih perlu diperbaiki. Jakarta masih harus menangani berbagai masalah termasuk polusi udara, penurunan tanah, akses air bersih yang tidak memadai, dan masalah pembuangan sampah.
5. Prospek Terang-Benderang Menanti Bisnis Properti TOD
Dewasa ini, pembangunan infrastruktur berkembang pesat di Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Hal ini terlihat dari perkembangan pembangunan transportasi massal seperti light rail transit (LRT), mass rapid transit (MRT), dan peningkatan kualitas kereta listrik (commuterline) yang sangat mendukung konsep pengembangan wilayah dan perkotaan yang terintegrasi dengan jaringan transportasi massal.
Kawasan TOD berpotensi sangat besar daripada non-TOD. Bukan hanya dari kemudahan akses stasiun transportasi, melainkan juga sebagai peruntukan demi meningkatkan intensitas pemanfaatan ruang berupa kemudahan untuk memaksimalkan rasio cakupan bangunan (koefisien dasar bangunan) serta rasio plot (koefisien lantai bangunan). Insentif rasio ini bisa didapat developer saat mengembangkan proyek di dekat kawasan TOD.
Apalagi, pengembangan produk di area TOD seharusnya memiliki permintaan yang lebih kuat. Dari sisi investor, dapat menghadirkan pasar sewa captive yang menarik untuk apartemen atau penggunaan komersial.
Selamat membaca!