Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkap bahwa terdapat beberapa perusahaan atau perorangan yang masih meminta toleransi pengunduran batas waktu normalisasi kendaraan over dimension and over loading atau ODOL.
Padahal, Kemenhub, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Korlantas Polri telah menargetkan Indonesia bebas ODOL pada Januari 2023. Bahkan, target tersebut sebelumnya sudah mundur dari ketetapan sebelumnya yakni pada 2021.
Kendati demikian, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi mengapresiasi bahwa saat ini sudah banyak operator, pemilik kendaraan, dan pengemudi yang sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh kendaraan ODOL, dan melakukan normalisasi truk atas inisiasi mereka.
"Belakangan terjadi beberapa pengemudi yang sadar betul kendaraan ODOL jadi penyebab kecelakaan, lalu dengan mandiri atau kesadaran sendiri di Banyuwangi sudah melakukan normalisasi. Ada juga pengusaha atau perorangan yang masih meminta toleransi pengunduran waktu normalisasi kendaraan," tuturnya pada webinar, Selasa (8/3/2022).
Budi lalu menegaskan bahwa target Indonesia bebas ODOL pada 2023 akan terus diupayakan tercapai baik dengan pendekatan sosialisasi dan edukasi, serta penegakan hukum. Hal ini mengingat bahaya dan dampak kerugian yang bisa ditimbulkan oleh kendaraan ODOL.
Kementerian PUPR mencatat bahwa kerusakan jalan yang ditimbulkan oleh kendaraan ODOL bisa merugikan keuangan negara hingga total Rp43,4 triliun.
Baca Juga
Sementara itu, Korlantas Polri mencatat sejak April-Desember 2021, terdapat 57 perkara kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh kendaraan dengan dimensi dan muatan berlebih. Kecelakaan tersebut turut memakan korban jiwa sebanyak 22 orang selama periode tersebut.
"Dengan korban meninggal dunia 22 orang, korban luka berat 6 orang, dan 96 orang luka ringan," jelas Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri Brigjen Pol Aan Suhanan pada kesempatan yang sama.
Lebih jauh, Aan menyebut kendaraan ODOL juga menyebabkan kerugian pada sisi kemacetan lalu lintas. Hal ini disebabkan oleh muatan berlebih yang bisa membuat perlambatan putaran roda kendaraan, sehingga menimbulkan kemacetan bagi kendaraan-kendaraan di belakangnya.
Pada arus mudik Natal dan tahun baru yang lalu, Aan juga mencatat terdapat sekitar 20 kendaraan angkutan barang yang terekam oleh Korlantas Polri, mengalami permasalahan karena berdimensi dan mengangkut muatan yang melebihi kapasitasnya.
Kendati demikian, penegakan hukum bagi pelanggar aturan dimensi dan muatan dinilai harus lebih adil dan tidak hanya memberatkan pengemudi truk. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mewanti-wanti agar pihak otoritas juga bisa menindak pengusaha truk atau pemilik barang/logistik yang masih "nakal" melanggar aturan muatan barang.
Djoko menjelaskan bahwa masih banyak pengusaha truk atau pemilik kendaraan yang memuat barang ke dalam kendaraan angkutan, dengan kapasitas muatan yang tidak memadai.
"Asosiasi pengusaha truk ini sebenaranya orang-orang yang menjalankan usaha. Saya masih dengar ada yang [menggunakan] bekingan. Biayanya kan mahal, akhirnya untuk menutup [biayanya] pakai kendaraan yang overload, atau supirnya lagi yang jadi beban," tuturnya.
Dia menegaskan bahwa pengemudi bukanlah pihak yang bertanggung jawab atas praktik ODOL di jalan raya maupun jalam tol. Pihak pemilik barang dinilai sebagai pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas praktik ODOL.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) turut mendukung penindakan hukum hingga ke "akarnya" bagi pelanggar ODOL. Padahal, semua pengusaha maupun pengemudi truk diklaim mendukung target Indonesia Zero ODOL 2023.
"Hanya saja seharusnya penindakan dilakukan sejak dari akar rumputnya, bukan dilakukan dengan cara melakukan penangkapan di jalanan saja yang membuat seolah-olah truk adalah musuh masyarakat yang harus selalu disalahkan," ujar Wakil Ketua Aptrindo Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Jawa Tengah & DIY Agus Pratiknyo.
Adapun, Data Ditjen Kemenhub menunjukkan bahwa sebanyak 1.511 kendaraan ODOL telah dinormalisasi sampai dengan 2021. Beberapa daerah dengan jumlah kendaraan yang sudah dinormalisasi terbanyak di antaranya yakni Jawa Barat, Banten, dan Kalimantan Barat.
Sementara itu, penindakan terhadap pelanggar ODOL yang sudah mencapai tahap kelengkapan berkas atau P21 sampai dengan tahun lalu yakni berjumlah 14 kasus. Ada yang sudah mencapai tahapan inkrah, proses penyidikan, dan proses persidangan.