Bisnis.com, JAKARTA – Harga nikel melesat tajam sebesar 110 persen di pasar global pada Selasa (08/03/2022). Harga nikel menyentuh titik tertingginya pada angka US$ 101,3 per dry metrik ton.
Produsen nikel asal Indonesia, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) menyatakan tidak akan meningkatkan target produksi nikel matte pada tahun ini walapun harga nikel di pasar global tengah membumbung tinggi.
Direktur Keuangan Vale Indonesia Bernardus Irmanto menyebutkan perusahaan akan memprioritaskan keselamatan operasional produksi.
"Kami tidak akan mengompromikan keselamatan produksi walaupun harga nikel tinggi. Bagi kami, keselamatan operasional jauh lebih penting," ungkap Irmanto, kepada Bisnis, Selasa (08/03/2022).
Meski demikian, Vale Indonesia tetap menargetkan tingkat produksi. Perusahaan menargetkan produksi nikel matte pada 2022 ini sekitar 65 ribu ton, sama dengan target yang ditetapkan perusahaan pada awal tahun.
"Target produksi masih akan mengikuti rencana awal karena kita sedang membangun ulang satu furnace," jelas Irmanto.
Irmanto menjelaskan pembangunan ulang satu furnace smelter ini tetap dilaksanakan seperti rencana semula. Rebuild furnace diperkirakan berlangsung hingga akhir Mei 2022.
Seperti diketahui, pembangunan ulang furnace tersebut telah dilakukan sejak pertengahan Desember 2021 dan berlangsung selama lima bulan. Dengan adanya pembangunan furnace tersebut, satu dari empat furnace yang ada harus dihentikan operasionalnya.
Seperti diketahui, Vale membukukan produksi nikel matte sebesar 65.388 ton pada 2021, menurun 9,5 persen daripada produksi pada 2020 yang mencapai 72.237 ton.
Adapun penjualan nikel matte pada 2021 sebesar 66.615 ton, turun 8,5 persen dari 72.846 ton pada 2020. Sebaliknya, harga realisasi rata-rata pada 2021 tercatat sebesar US$ 14.309 per ton, melonjak 36 persen dari 2020 yang sebesar US$ 10.498 per ton.
Sementara itu, laba bersih Vale pada 2021 tercatat sebesar US$ 165,8 juta, naik dua kali lipat dibandingkan 2020 yang sebesar US$ 82,8 juta.