Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mengatur investasi dana program pengungkapan sukarela atau PPS harus berada di sektor hilirisasi sumber daya alam atau energi terbarukan. Tetapi, dalam peraturan terbaru, justru terdapat pilihan-pilihan yang tidak tergolong dalam kedua sektor tersebut.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan Neilmaldrin Noor menjelaskan bahwa investasi dana PPS di sektor hilirisasi sumber daya alam (SDA) atau energi baru dan terbarukan (EBT) merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pemerintah kemudian menerbitkan aturan turunan dari UU tersebut, yakni Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 52/KMK.010/2022 tentang Kegiatan Usaha Sektor Pengolahan SDA dan Sektor Energi Terbarukan sebagai Tujuan Investasi Harta Bersih Dalam Rangka Pelaksanaan PPS. Di sana, pemerintah mengatur 332 sektor yang dapat menjadi tempat investasi PPS.
Sejumlah sektor yang dapat menjadi tujuan investasi PPS jelas tergolong sebagai hilirisasi pengolahan SDA, seperti industri pengolahan rumput laut, industri penggilingan gandum, dan industri pengolahan kopi. Tetapi, terdapat sejumlah sektor yang tak tergolong pengolahan atau hilirisasi SDA maupun EBT.
Terdapat pilihan investasi di aktivitas penerbitan piranti lunak (software), tercantum sebagai sektor usaha nomor 319 di KMK 52/2022. Lalu, terdapat aktivitas produksi serta pasca produksi untuk film, video, dan program televisi khusus untuk animasi, baik yang diproduksi oleh pemerintah maupun swasta (nomor 320 hingga 323).
Terdapat pula angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri untuk penumpang atau penumpang dan kargo (nomor 318), aktivitas pengembangan teknologi blockchain (nomor 327), serta aktivitas konsultasi dan perancangan internet of things (nomor 330).
Neil berdalih bahwa sektor-sektor itu dapat mendukung kegiatan sektor pengolahan SDA dan energi terbarukan karena KMK 52/2022 menggunakan pendekatan ekosistem. Artinya, menurutnya, investasi di sektor seperti aktivitas produksi serta pasca produksi untuk film, video, dan program televisi khusus untuk animasi dapat menunjang pengolahan SDA dan energi terbarukan.
"Hal itu diatur di Diktum Kedua KMK tersebut, yang berbunyi Termasuk dalam cakupan kegiatan usaha sektor pengolahan SDA dan sektor energi terbarukan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama yaitu sektor pendukung tertentu dari sektor pengolahan SDA dan energi terbarukan tersebut," ujar Neil kepada Bisnis, Jumat (4/3/2022).
Sebelumnya, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai bahwa terdapat ketidaksesuaian amanat UU HPP dengan isi KMK 52/2022. Dari 332 sektor usaha yang bisa menjadi tujuan investasi PPS, banyak sektor yang bukan merupakan usaha pengolahan sumber daya alam atau EBT.
"Di KMK [52/2022] ini banyak sektor yang di luar pengolahan SDA dan EBT, offside ini KMK. Jujur saya agak shock pas baca KMK-nya. Yang namanya aturan turunan, KMK ini, harus mengikuti UU. Aturan turunan seperti KMK ini tak bisa melangkahi UU HPP," ujar Fajry kepada Bisnis, Selasa (1/3/2022).
Dia mengkhawatirkan adanya ketidakpastian hukum akibat ketentuan turunan tersebut, yang berbeda dengan mandat UU HPP. Dia pun berharap Ditjen Pajak segera memberikan penjelasan terkait sektor-sektor destinasi investasi PPS.
"Ditakutkan, jika ada yang menggugat ke Mahkamah Agung, dan kemungkinan besar akan kalah, maka dampaknya akan menjadi ketidakpastian bagi wajib pajak. Kecuali jika Ditjen Pajak berpandangan lain atas aspek hukum ini," kata Fajry.