Bisnis.com, JAKARTA — Surplus neraca perdagangan Januari 2022 tercatat sedikit melambat dari bulan sebelumnya, tetapi tetap melanjutkan tren surplus 21 bulan berturut-turut. Perlambatan itu dinilai turut terimbas oleh kondisi ekonomi global.
Pada Januari 2022, surplus neraca perdagangan tercatat di angka US$0,93 miliar, lebih rendah dari capaian Desember 2021 senilai US$1,01 miliar. Indonesia berhasil mencatatkan surplus neraca perdagangan sejak Mei 2020, setelah sempat terganjal oleh pandemi Covid-19.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjabarkan bahwa sedikit melambatnya surplus neraca perdagangan turut berkaitan dengan kondisi ekonomi global. Indonesia tetap bisa mencatatkan kinerja positif di tengah dinamika ekonomi global.
"Surplus neraca perdagangan Januari 2022 sedikit lebih rendah, hal ini terutama, terkait faktor musiman permintaan ekspor dari pasar luar negeri pada satu sisi," ujar Febrio pada Selasa (15/2/2022).
Di sisi lain, menurutnya, permintaan domestik yang berada dalam tren peningkatan pasca penyebaran Covid-19 varian delta turut memengaruhi neraca perdagangan. Dinamika itu memengaruhi aspek ekspor dan impor Indonesia.
Pada Januari 2022, nilai ekspor tercatat US$19,16 miliar atau tumbuh 25,31 persen (year-on-year/YoY), yakni terdiri dari ekspor non-migas yang tumbuh 26,74 persen (YoY) dan ekspor migas tumbuh lebih moderat di 1,96 persen (YoY). Menurut Febrio, terdapat sedikit perlambatan dari posisi Desember 2021 karena faktor permintaan global.
Baca Juga
"Ekspor yang tetap tumbuh kuat ini menunjukkan bahwa merebaknya varian omicron tidak berdampak signifikan pada aktivitas produksi dan ekspor. Ke depan, kinerja ekspor diperkirakan masih akan kuat didukung oleh permintaan maupun harga yang masih tinggi," ujar Febrio.
Pada Januari 2022 impor tercatat US$18,23 miliar atau tumbuh 36,77 persen (YoY). Impor migas tumbuh 43,66 persen (YoY), disusul oleh impor nonmigas yang tumbuh 35,86 persen (YoY).
Dari jenis penggunannya, impor barang modal tercatat tumbuh paling tinggi yakni 41,94 persen (YoY), disusul oleh impor bahan baku/penolong 39,57 persen (YoY), dan impor barang konsumsi 10,25 persen (YoY).
"Peningkatan impor bahan baku dan barang modal mencerminkan berlanjutnya peningkatan aktivitas industri dalam negeri baik untuk memenuhi pasar domestik maupun ekspor. Sementara itu, meningkatnya impor barang konsumsi mencerminkan pulihnya aktifitas konsumsi domestik dan daya beli masyarakat," ujar Febrio.