Bisnis.com, JAKARTA — Di balik upaya pemerintah untuk mengebut dan memacu finalisasi sederet kerja sama perdagangan internasional, Indonesia ternyata belum mampu memanfaatkan pakta-pakta tersebut untuk memacu ekspor.
Alih-alih, pakta dagang yang difasilitasi pemerintah lebih banyak digunakan untuk impor. Ada masalah apa sebenarnya? Benarkah kerja sama internasional justru membuat kinerja perniagaan RI boncos?
Permasalahan impor yang makin bengkak akibat fasilitas pembebasan tarif dalam sejumlah pakta dagang dibahas secara mendalam di Bisnisindonesia.id. Selain itu, berbagai berita pilihan tersaji dari meja redaksi Bisnisindonesia.id. Mulai dari kinerja kelompok usaha Hartono Bersaudara hingga adu peruntungan industriawan tambang di tengah tren penguatan harga batu bara.
Berikut highlight Bisnisindonesia.id, Rabu (16/2/2022) :
RI Jorjoran Pakta Dagang, Faktanya Bikin Impor Makin Bengkak
Selama pandemi Covid-19, Indonesia tercatat makin aktif menuntaskan sejumlah perjanjian perdagangan internasional. Dalam perkembangannya, pakta-pakta tersebut ternyata lebih banyak digunakan untuk impor alih-alih mengatrol ekspor.
Menurut catatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, sejumlah pembebasan tarif dari perjanjian perdagangan Indonesia sejauh ini lebih banyak dimanfaatkan Indonesia untuk impor daripada ekspor.
Fenomena tersebut merupakan dampak dari struktur impor Indonesia yang didominasi bahan baku/penolong untuk mendukung aktivitas produksi manufaktur.
Belum lagi, baru sebagian kecil produk ekspor Indonesia yang masuk dalam rantai nilai global atau global value chain (GVC).
Situasi ini membuat upaya untuk mendorong ekspor melalui pakta dagang terkendala beban pemenuhan kriteria di negara tujuan (compliance), terlepas dari pembebasan tarif yang diterapkan.
Akibatnya, jika Indonesia tidak agresif mendorong ekspor—terutama dalam memenuhi kriteria di negara tujuan—perjanjian dagang tidak akan optimal dalam mengerek kinerja ekspor dan justru memperlebar defisit dengan mitra.
Oleh karena itu, kalangan pengusaha terus mengimbau agar pemerintah lebih agresif dan lebih konsisten lagi membantu pelaku usaha nasional meningkatkan kinerja ekspor.
Miliarder Indonesia Michael Bambang Hartono, salah satu pemilik Djarum Group, berfoto setelah wawancara di Jakarta, Indonesia. Bloomberg/Dimas Ardian
Laba tebal dikantongi oleh Hartono bersaudara dari beberapa perusahaan berdasarkan kinerja pada 2021.
Perusahaan yang dimiliki taipan Hartono bersaudara, PT Dwimuria Investama Andalan dan entitas anak, mencatatkan pertumbuhan laba dan jumlah aset dua digit pada 2021 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Berdasarkan publikasi laporan keuangan di Harian Bisnis Indonesia pada 14 Februari 2022, perusahaan milik orang terkaya RI itu membukukan laba bersih sebesar Rp32,47 triliun untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2021.
Laba tersebut tumbuh 18,8 persen dibandingkan dengan laba pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp27,33 triliun.
Adapun, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp18,29 triliun per 31 Desember 2021. Angka tersebut tumbuh 21,14 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp15,10 triliun.
Perolehan laba bersih disokong oleh pendapatan bunga dan syariah bersih sebesar Rp57,09 triliun, atau tumbuh 4,63 persen secara tahunan.
Dari sisi jumlah aset, pemegang saham pengendali PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) tersebut mencatat pertumbuhan aset sebesar 11,92 persen secara tahunan pada akhir 2021.
Jumlah aset per 31 Desember 2020 sebesar Rp1.217,31 triliun naik menjadi Rp1.362,41 triliun per 31 Desember 2021.
Manajemen BCA yang diwakili Presiden Direktur Jahja Setiaatmadja dan Direktur Vera Eve Lim menyampaikan bahwa laporan keuangan tersebut merupakan bagian dari laporan keuangan PT Bank Central Asia Tbk. dan entitas anak per 31 Desember 2021 yang dipublikasikan melalui surat kabar harian pada 28 Januari 2022.
Dalam laporannya dijelaskan bahwa PT Dwimuria Investama Andalan per 31 Desember 2021 merupakan pemilik 54,94 persen saham PT Bank Central Asia Tbk. Adapun pemegang saham PT Dwimuria Investama Andalan adalah Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono.
Sejumlah kapal tongkang yang mengangkut batubara berada di Sungai Mahakam di Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (13/10/2021). Bloomberg/Dimas Ardian
Adu Peruntungan Pelaku Tambang Meraup Berkah Melimpah Batu Bara
Permintaan terhadap batu bara yang terus meningkat serta diikuti dengan melambungnya harga komoditas emas hitam itu di pasar global menjadi angin segar bagi pelaku tambang di Tanah Air. Perusahaan eksportir batu bara setidaknya bisa menjadikan momentum tersebut untuk meraup berkah yang melimpah dari batu bara.
Apalagi, eksportir sempat tidak bisa 'menikmati' harga tinggi batu bara sepanjang bulan lalu, setelah pemerintah menyetop ekspor emas hitam itu secara tiba-tiba pada awal Januari 2022.
Sampai saat ini pun permintaan terhadap ekspor batu bara Indonesia diyakini masih cukup tinggi, terutama dari China, India, Korea Selatan, Jepang, Filipina, Malaysia, Thailand, Taiwan hingga Vietnam.
Ditambah lagi dengan memanasnya iklim geopolitik Negeri Beruang Merah, Rusia dengan Ukraina serta terhambatnya ekspor batu bara dari Australia ke China, semestinya juga menguntungkan bagi eksportir Indonesia.
Keadaan ini diperkuat oleh musim dingin yang masih berlangsung di negara-negara Eropa. Selama musim dingin, terjadi peningkatan konsumsi energi.
Selain untuk kebutuhan harian, energi listrik juga dibutuhkan untuk pemanas ruangan. Di sisi lain, peningkatan kebutuhan ini tidak didukung oleh produksi yang memadai.
Ride in Unity: Road Bike Edition - Sepeda Bersama Indonesia.
Menakar Daya Tarik IPO BIKE Saat Tren Bersepeda Menurun
Tren pencatatan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) belum usai. Kali ini, PT Sepeda Bersama Indonesia Tbk. bakal mencari dana segar melalui initial public offering di pasar modal Indonesia.
Calon emiten dengan kode BIKE itu berencana menawarkan 323,33 juta saham atau sebesar 25 persen dari modal ditempatkan dan disetor setelah penawaran umum perdana saham. Perusahaan pemegang merek sepeda United dan Genio itu pun menawarkan harga saham sebesar Rp 160-Rp170 per saham.
Dengan begitu, BIKE bakal meraih dana segar dari IPO berkisar Rp 51,73 miliar hingga RP 54,96 miliar. Selain melakukan IPO, perseroan juga menerbitkan sebanyak-banyaknya Waran Seri I sebanyak 161,66 juta lembar.
Waran Seri I akan diberikan cuma-cuma ke pihak yang masuk ke dalam daftar pemegang saham (DPS). Setiap pemegang 2 saham akan memeroleh 1 Waran Seri I. Adapun, kisaran harga exercise Waran Seri I yaitu Rp 400-Rp500.
Adapun masa penawaran awal saham BIKE telah dimulai pada hari ini, Selasa (15/2/2022). Masa penawaran ditargetkan hingga 24 Februari 2022.
Perseroan pun memperkirakan tanggal pencatatan saham dan Waran Seri I di BEI pada 21 Maret 2022. Adapun, PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk. (TRIM) bertindak sebagai penjamin emisi efek BIKE.
Tentara Angkatan Darat Amerika Serikat Divisi Airborne ke-82 berjalan menuju pesawat udara yang akan bertolak ke Eropa Timur di Fort Bragg, Carolina Utara, Amerika Serikat, Senin (14/2/2022). Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengirimkan sebanyak 3000 tentara tambahan guna memperkuat NATO di Eropa Timur untuk mengamankan Ukraina jika klaim serangan Rusia benar-benar terjadi./Antara-Reuters
Bersiap, Sektor Riil RI Tersulut Bara Konflik Rusia-Ukraina!
Terus memanasnya konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina membuat pemerintah dan pengusaha Indonesia ketir-ketir atas dampak langsungnya terhadap sektor riil, khususnya dalam kaitannya dengan kinerja perdagangan dan produksi manufaktur.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menuturkan pemerintah tengah mewaspadai potensi kenaikan harga minyak dunia yang masih berlanjut akibat konflik Rusia-Ukraina pada awal tahun ini.
Lutfi menilai anomali yang memengaruhi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri itu dapat mengungkit inflasi sejumlah barang terkait di tengah masyarakat.
Tidak hanya itu, kenaikan harga bahan bakar minyak juga dapat menaikan nilai impor bahan baku untuk industri sepanjang tahun ini. Konsekuensinya, torehan neraca perdagangan bakal terkoreksi signifikan akibat naiknya bahan baku industri tersebut.
“Kemendag tengah mewaspadai potensi kenaikan harga bahan bakar minyak yang saat ini mencapai ke level US$95 per barel. Kenaikan bahan bakar ini bisa ikut menaikkan nilai impor bahan baku untuk industri yang dapat merembes ke inflasi di tengah masyarakat pada tahun ini,” kata Lutfi kepada Bisnis, Selasa (15/2/2022).
Kendati demikian, Lutfi menegaskan Kemendag bakal tetap menjaga torehan neraca perdagangan bertahan surplus di tengah potensi kenaikan bahan baku industri tersebut.
Menurutnya, pengalihan struktur ekspor pada produk bernilai tambah seperti turunan besi dan baja, elektronika hingga otomotif bakal mampu menopang surplus neraca perdagangan pada tahun ini.
“Pengalihan pada ekspor nonkomoditas ini diharapkan dapat menjaga tren surplus neraca perdagangan pada tahun ini,” tuturnya.