Bisnis.com, JAKARTA - Neraca perdagangan Januari 2022 diperkirakan masih mengalami surplus, namun nilainya akan menipis jika dibandingkan dengan Desember 2021.
Kepala Ekonom BCA David Sumual menyampaikan, jika biasanya surplus dapat mencapai US$3 hingga US$4 miliar, kali ini akan menipis ke hanya kisaran US$200 juta.
Dia mengatakan bahwa surplus yang menipis tersebut terjadi karena impor yang meningkat.
"Impornya kita perkirakan naik 50,1 persen [yoy/year-on-year] sedangkan ekspor kita (32,1 persen yoy) agak terkendala nih, ya, memang permintaannya juga melambat terutama untuk batubara, lalu juga CPO juga ada kewajiban DMO ya," kata David kepada Bisnis, Senin (14/2/2022).
Berbicara mengenai dampak PPKM Level 3 pada impor dan ekspor, dia memperkirakan surplusnya mungkin akan lebih membaik karena ada kecenderungan bahwa impor menurun, akibat mobilitas yang juga menurun.
"Kalau mobilitas menurun, impor untuk BBM nya juga menurun," paparnya.
Baca Juga
Kemudian, dari sisi ekspor sendiri, nilainya masih relatif cukup tinggi, terutama untuk komoditas, meskipun tidak setinggi di kuartal IV/2021.
Di sisi lain, David menilai bahwa adanya sentimen konflik antara Ukraina dan Rusia juga menjadi salah satu faktor naiknya harga energi seperti minyak, gas dan batu bara.
"Sudah tembus di atas hampir US$95 tadi saya lihat. Ini memang faktor sentimen negatif dari konflik di Ukraina, yang memengaruhi harga pupuk, karena bahan dasar pupuk nitrogen ya, dari gas dan ini memengaruhi harga bahan pangan yang lain terutama kedelai, gandum dan jagung," katanya.