Bisnis.com, JAKARTA – PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk. (IATA) memutuskan tetap memiliki bisnis di sektor penerbangan usai mengubah nama dan aktivitas bisnisnya menjadi PT MNC Energy Investments Tbk.
Executive Chairman MNC Group Hary Tanoesoedibjo mengatakan bisnis penerbangan tetap dimiliki dan dijalankan melalui anak usahanya tetapi bukan lagi menjadi induk dan bisnis di sektor utama. Sementara waktu ini dengan kondisi pandemi Covid-19, perseroan tak akan melakukan ekspansi atau memperbesar kapasitas bisnis penerbangan.
Harry menyadari bisnis penerbangan masih sulit, apalagi layanan yang dioperasikan IATA bukan penerbangan reguler berjadwal tetapi charter baik menggunakan helikopter, pesawat jet, serta atr yang Charter banyak melayani pekerja di sektor minyak dan tambang.
“Intinya bisnis penerbangan yang dimiliki oleh IATA tetap dimiliki tetapi tidak dibesarkan dahulu karena kita tahu bisnis penerbangan sulit,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (11/2/2022).
Hary Tanoe membeberkan saat ini bisnis charter pesawat sedang sepi. Hal tersebut dibuktikan dari kerugian yang terus dialami oleh IATA.
“Saat ini bisnis penerbangan charter sedang lesu akibat pandemi Covid-19. IATA ini rugi sejak tahun 2008 dan ruginya itu konsisten sampai 2021. Tahun ini mudah – mudahan berubah menjadi perusahaan yang solid, besar, dan profitable dengan perubahan bisnis yang dilakukan,” katanya.
Seperti diketahui, perusahaan mengubah kegiatan usaha utamanya dari perusahaan pengangkutan udara niaga dan jasa angkutan udara, menjadi bidang investasi dan perusahaan induk, khususnya di sektor pertambangan batubara. Perubahan ini dilakukan untuk memitigasi kerugian akibat pandemi Covid-19.
Harry melanjutkan perubahan bisnis tersebut juga dengan memanfaatkan momentum yang timbul dari lonjakan harga komoditas batubara yang berkelanjutan dan permintaannya yang terus meningkat. IATA pun mengambil langkah strategis dengan merambah ke sektor energi, khususnya tambang batubara.
Berdasarkan laporan keuangan, IATA mencatatkan pendapatan usaha sebesar US$7,2 juta di bulan September 2021, naik 15 persen dibandingkan pada September 202o senilai US$6,3 juta. Akan tetapi, kenaikan tersebut diikuti dengan kenaikan berbagai beban usaha yang menghasilkan rugi bersih sebesar US$4,7 juta untuk periode yang berakhir pada tanggal 30 September 2021, naik 118 persen dibandingkan dengan rugi bersih pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$2,1 juta.
Perubahan aktivitas bisnis utama tersebut dibahas dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). IATA dari yang sebelumnya transportasi udara menjadi perusahaan investasi, dengan investasi pada unit-unit bisnisnya yang bergerak di bidang usaha pertambangan, infrastruktur, dan transportasi udara.
RUPSLB juga menyetujui pengalihan aset transportasi udara kepada salah satu anak usaha IATA yang dimiliki 99,99 persen yakni PT Indonesia Air Transport (IAT), yang juga telah mengantongi Sertifikat Operator Pesawat Udara dari Kementerian Perhubungan, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dengan demikian, IAT resmi dapat menyelenggarakan angkutan udara niaga sesuai dengan petunjuk pengoperasian dan Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang berlaku.