Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Utilitas Industri 66 Persen, Penyebab Kontribusi ke PDB Belum Tembus 20 Persen

Terakhir pada 2015, industri manufaktur mencatatkan kontribusi sebesar 20,99 persen terhadap PDB, sebelum mengalami penurunan 4 tahun berturut-turut hingga 2019 yakni 20,52 persen, 20,16 persen, 19,86 persen, dan 19,62 persen. Pada 2020, angka kontribusi tersebut sedikit naik menjadi 19,8 persen.
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P
Aktivitas karyawan di salah satu pabrik di Jakarta, Jumat (20/9/2019). Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perindustrian mencatat rata-rata utilitas kapasitas industri sepanjang tahun lalu berada di angka 66,7 persen, meningkat dari awal 2021 sebesar 60,3 persen.

Di sisi lain, kontribusi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional belum mampu kembali menembus 20 persen, meski masih menjadi yang tertinggi dibandingkan sektor usaha lainnya.

Bisnis mencatat, pada 2015, industri manufaktur mencatatkan kontribusi sebesar 20,99 persen terhadap PDB, sebelum mengalami penurunan 4 tahun berturut-turut hingga 2019 yakni 20,52 persen, 20,16 persen, 19,86 persen, dan 19,62 persen. Pada 2020, angka kontribusi tersebut sedikit naik menjadi 19,8 persen.

Pada 2021, industri pengolahan menjadi sumber tertinggi pertumbuhan PDB nasional sebesar 0,70 persen dari 3,69 persen. Artinya, persentase kontribusinya sebesar 18,9 persen.

Febri Hendri, Juru Bicara Kemenperin mengatakan indikator-indikator yang digunakan untuk menilai performa sektor industri manufaktur perlu disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. Penurunan persentase kontribusi industri terhadap PDB tidak serta merta berarti industri manufaktur mengalami deindustriliasasi.

"Tidak dipungkiri terjadi penurunan output akibat permintaan yang sangat berkurang karena dunia juga mengalami resesi," kata Febri dalam keterangannya, Kamis (10/2/2022).

Selain itu, lanjutnya, ada pula ekspansi pada sektor lain yang mendukung kinerja sektor manufaktur. Misalnya, jasa manufaktur dan jasa yang terkait manufaktur. Menurutnya, jika PDB sektor-sektor tersebut masuk ke manufaktur, bisa menjadikan kontribusi PDB industri lebih besar.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita belum lama ini mengakui bahwa penurunan utilitas industri merupakan penyebab tergerusnya kontribusi terhadap PDB. Dia menargetkan pada 2024, kontribusi manufaktur terhadap PDB dapat kembali menyentuh 20 persen.

Sementara itu, indikator-indikator lain menunjukkan industri manufaktur masih tumbuh ekspansif.

Sepanjang 2021, investasi sektor manufaktur mencapai Rp325,4 Triliun naik 19 persen secara tahunan dan melampaui target capaian investasi manufaktur yang diproyeksikan Kemenperin sebesar Rp280 triliun hingga Rp290 triliun. Sebagai pembanding, pada 2019, realisasi investasi di sektor ini adalah sebesar Rp215,9 Triliun.

Serapan tenaga kerja di industri manufaktur mencapai 1,2 juta orang pada 2021,menjadikan jumlah totalnya menjadi 18,7 juta orang. Jumlah ini meningkat sekitar 7 persen dari total tenaga kerja pada 2020 yang sebesar 17,48 juta orang.

Di sisi ekspor, industri manufaktur juga memberikan kontribusi paling besar pada tahun 2021. Nilai ekspor manufaktur pada periode tersebut mencapai US$177,10 Miliar, menyumbang hingga 76,49 persen dari total ekspor nasional.

"Melesatnya realisasi investasi di sektor industri menunjukkan level kepercayaan terhadap Indonesia yang masih tinggi sebagai tempat yang tepat bagi bisnisnya. Hal tersebut juga menjadi momentum penting menguatnya ekonomi Indonesia pascapandemi," jelas Febri.

Adapun, angka purchasing managers' index (PMI) manufaktur Indonesia sepanjang 2021 secara umum berada pada level ekspansif. Penurunan terjadi pada Juli dan Agustus akibat pembatasan aktivitas di masa PPKM Darurat dan PPKM Level 4.

Pada tahun lalu, PMI Manufaktur Indonesia beberapa kali memecahkan rekor angka tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar 53,2 pada Maret, 54,6 pada April, 55,3 pada Mei, dan puncaknya 57,2 pada Oktober.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper