Bisnis.com, JAKARTA — Ketentuan batas waktu defisit APBN di atas 3 persen maksimal hingga 2023 menjadi pembahasan karena berkaitan dengan tren pemulihan ekonomi nasional. Ketentuan itu dinilai tepat jika kondisi ekonomi sudah pulih.
Ekonom senior dan Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menjelaskan bahwa sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat menyebut bahwa 2023 merupakan tahun yang kritis karena Indonesia harus kembali ke disiplin fiskal dengan defisit maksimal 3 persen.
Namun, Piter tidak setuju dengan istilah kritis karena defisit APBN bukan suatu harga mati.
"Kita kembali ke disiplin fiskal tersebut jika memang kondisinya sudah normal, jika pandemi sudah berakhir pada 2022 sehingga penerimaan pemerintah pada 2023 juga sudah normal dan mampu menutup kebutuhan belanja pemerintah," ujar Piter kepada Bisnis, Rabu (9/2/2022).
Menurutnya, kondisinya akan berbeda jika pandemi masih terjadi pada 2023 sehingga penerimaan tidak maksimal dan pemerintah masih harus mengeluarkan berbagai bantuan. Jika itu terjadi, menurut Piter, defisit APBN tidak mungkin kembali ke bawah 3 persen pada 2024.
Peninjauan batas waktu tersebut perlu dilakukan jika skenario yang tidak diinginkan itu terjadi. Pemerintah dan DPR, serta pemerintah dan Bank Indonesia dapat membuat kesepakatan baru untuk dapat mengatasi pandemi dengan efektif sembari menjaga pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga
"Intinya, pada 2023 kondisinya belum pasti dan pemerintah tidak perlu panik karena kesepakatan baru sangat mungkin dibuat dengan tujuan untuk kebajikan rakyat banyak. Kalau pandemi sudah reda, ekonomi sudah normal, ya ngapain juga memperpanjang ketentuan [defisit APBN] melewati 3 persen itu," ujar Piter.
Sebelumnya, dalam sebuah sesi diskusi, anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun membahas soal perlunya peninjauan terhadap tenggat waktu defisit APBN dalam Undang-Undang (UU) 2/2020 dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi terkini. UU itu mengamanatkan defisit APBN bisa di atas 3 persen hingga 2023.
"Defisit ini hanya satu bagian, kita lihat negara ini kan dikelola berdasarkan kesepakatan, kalau kemudian kita mengubah [batas waktu defisit APBN di atas] 3 persen, tetapi manfaatnya lebih banyak, kenapa tidak kita bikin permufakatan baru," ujar Misbakhun pada Selasa (8/2/2022).