Bisnis.com, JAKARTA — Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) optimis kinerja ekspor bakal bertahan tinggi di angka US$12 miliar atau sekitar Rp171,6 triliun sepanjang 2022.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan proyeksi itu disebabkan karena permintaan yang stabil dari pasar Eropa dan Amerika Serikat sepanjang 2021.
“Kita lihat China masih belum bisa full running akibat krisis energi, jadi akan ada pengalihan order dari buyer Eropa dan Amerika Serikat, buyer trust kita lebih besar ketimbang Vietnam” kata Redma melalui pesan WhatsApp, Rabu (9/2/2022).
Menurut Redma, permintaan ekspor dari luar negeri relatif tinggi kendati adanya pemulihan di rantai pasok dunia pada tahun ini. Hanya saja, kata dia, kenaikan biaya produksi dinilai bakal menghambat daya saing produk dalam negeri di pasar dunia.
Selain Indonesia, pengalihan pesanan dari China juga ditujukkan kepada Bangladesh dan India sebagai salah satu produsen TPT terbesar di dunia.
“Hambatan internalnya masih di tarif listrik, yang kita belum tahu akan naik berapa besar nanti April 2022. Kita harap kebijakan pemerintah yang pro rakyat dengan memberikan harga batu bara normal bagi PLN dan komitmen DMO-nya,” kata dia.
Baca Juga
Adapun, kontribusi industri TPT terhadap produk domestik bruto (PDB) sektor manufaktur sebesar 6,08 persen pada triwulan III tahun 2021. Sementara itu, pertumbuhan industri TPT secara triwulanan juga mengalami perbaikan menjadi sebesar 4,27 persen (q to q) apabila dibandingkan triwulan II-2021 sebesar 0,48 persen.
Malahan, ekspor TPT pada periode Januari-Oktober 2021 turut mengalami peningkatan sebesar 19 persen menjadi US$10,52 miliar, selain nilai investasi yang juga mengalami kenaikan sebesar 12 persen sehingga menjadi Rp5,06 triliun.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memproyeksikan surplus neraca niaga pada tahun ini berada di posisi US$31,4 miliar hingga US$31,7 miliar. Proyeksi itu mengalami penurunan sebesar 11,39 persen jika dibandingkan dengan torehan surplus 2021 di posisi US$35,44 miliar.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri mengatakan penyesuaian proyeksi neraca niaga itu berdasar pada outlook harga komoditas global yang cenderung mengalami penurunan pada awal tahun ini.
“Kenaikan harga komoditas supercycle masih menjadi pendorong kenaikan nilai ekspor Indonesia. Namun berkaca pada pengalaman sebelumnya, kondisi ini tidak akan bertahan lama,” kata Kasan melalui pesan WhatsApp, Rabu (9/2/2022).