Bisnis.com, JAKARTA - Momentum pertumbuhan industri tekstil terganjal lonjakan kasus Covid-19 galur Omicron. Namun demikian, pelaku usaha optimistis dapat tetap mencatatkan pertumbuhan pada tahun ini meski terkontraksi pada tahun lalu sebesar 4,08 persen.
Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan baik masyarakat maupun produsen sudah terbiasa dengan situasi pandemi dan pembatasan. Penjualan ritel sejauh ini sudah mampu dialihkan ke platform online meski tidak sepenuhnya.
"Demand-nya banyak, sebagian sudah lari ke online, jadi kami sudah mulai terbiasa dengan itu, masyarakat pun sudah terbiasa," kata Redma saat dihubungi Senin (7/2/2022).
Redma mengatakan tahun ini pengusaha akan bertumpu pada pasar domestik karena kondisi pengapalan yang masih terganjal kelangkaan kontainer dan mahalnya ongkos kirim.
Dia berharap pemerintah mengambil upaya strategis dalam rangka menekan angka infeksi, tetapi juga tidak terlalu menggerus kinerja industri.
"Saya kira pemerintan bisa ambil langkah-langkah protokol kesehatan yang lebih ketat, misalnya perkantoran bisa dibikin 50 persen. Kalau pabrik kan tidak bisa bisa kerja di rumah," ujarnya.
Baca Juga
Sebelumnya, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), industri tekstil dan pakaian jadi terkontraksi 4,08 persen sepanjang 2021, meski berhasil tumbuh 5,94 persen pada kuarta IV/2021.
Sementara itu, pertumbuhan industri manufaktur tercatat sebesar 3,67 persen sepanjang tahun lalu, lebih tinggi dari kontraksi 2,52 persen pada 2020.