Bisnis.com, JAKARTA – Indonesia dinilai perlu menjadikan negara lain sebagai tolok ukur dalam menggaet investor baru di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Hal itu perlu dilakukan agar kualitas dan penawaran yang diberikan kepada calon investor bisa lebih menarik.
Saat ini, Indonesia tengah melakukan tahap penawaran wilayah kerja (WK) migas dalam lelang tahap 2-2021.
Terdapat delapan WK yang terdiri atas satu WK eksploitasi dengan mekanisme penawaran langsung, tiga WK eksplorasi dengan mekanisme penawaran langsung, dan empat WK eksplorasi dengan mekanisme lelang reguler.
Dalam tahapan lelang itu, pemerintah telah memberikan sejumlah kebijakan yang dinilai akan memperbaiki iklim investasi di sektor migas.
Pemerintah telah memperbaiki profit split kontraktor dengan mempertimbangkan faktor risiko wilayah kerja, bonus tanda tangan terbuka untuk ditawar, first tranche petroleum (FTP) menjadi 10 persen shareable, dan penerapan harga DMO 100 persen selama kontrak.
Selain itu, pemerintah memberikan fleksibilitas bentuk kontrak, yakni production sharing contract (PSC) cost recovery atau gross split, ketentuan baru relinquishment atau tidak ada pengembalian sebagian area di tahun ke-3 kontrak, kemudahan akses data melalui mekanisme membership migas data repository (MDR), serta pemberian insentif dan fasilitas perpajakan sesuai peraturan yang berlaku.
Baca Juga
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, menarik atau tidaknya penawaran yang diberikan pemerintah akan tecermin pada hasil lelang WK migas tersebut.
Akan tetapi, pemerintah perlu menengok negara lain sebagai pembanding atas penawaran yang diberikan.
Dia menilai, Indonesia dan Malaysia sejauh ini terlihat agresif dalam berburu calon investor. Namun, masih banyak yang perlu dilakukan Indonesia untuk secara cepat dan agile mengikuti perkembangan pasar investasi.
“Intinya, sepertinya Malaysia menawarkan lebih banyak fleksibilitas, namun perbandingan harus dilihat secara komprehensif dari sisi fiskal maupun hal lainnya, seperti kepastian hukum, kemudahan berusaha, jumlah data yang tersedia, besarnya potensi, upside-nya, dan lain-lain,” katanya kepada Bisnis, Senin (7/2/2022).
Tawaran Malaysia
Saat ini, Malaysia melalui Petronas juga tengah menawarkan penawaran atas 14 blok eksplorasinya dan enam klaster Discovered Resource Opportunities (DRO), serta 1 klaster late life assets (LLA) dalam Malaysia Bid Round 2022 (MBR).
Petronas Senior Vice President of Malaysia Petroleum Management (MPM) Mohamed Firouz menjelaskan, 14 blok eksplorasi yang ditawarkan terletak di provinsi geologi yang produktif di dalam cekungan Melayu, Sabah dan Sarawak.
Sebagian besar blok tersebut berisi penemuan minyak dan/atau gas yang ada, sehingga mempercepat kegiatan monetisasi.
Keenam klaster DRO yang ditampilkan dalam MBR 2022 adalah Meranti, Ubah, Baram Jr., A, C, dan D. Sebagian besar berada di perairan dangkal dan di sekitar infrastruktur produksi.
Selain itu, LLA tunggal yang mencakup klaster tiga lapangan bernama Abu Cluster, memberikan peluang bagi operator baru untuk mengeringkan sisa minyak dengan menggunakan fasilitas yang ada.
Petronas juga menawarkan pengaturan studi teknis untuk dua area eksplorasi di Cekungan Malaya selatan dan Cekungan Sabah barat laut. Melalui studi tersebut, investor akan memiliki kesempatan untuk lebih memahami potensi lahan sebelum mengajukan proposal penawaran.
Sementara itu, kontrak bagi hasil enhanced profitability terms (EPT) yang menarik akan terus diterapkan pada blok perairan dangkal, persyaratan small field asset (SFA), dan LLA PSC yang baru diperkenalkan akan menyertai DRO dan LLA yang ditawarkan.
Sementara itu, tiga peluang laut dalam yang termasuk dalam MBR 2022 akan diuntungkan dari ketentuan PSC pendapatan atas biaya (R/C).
Pada saat yang sama, investor akan terus menikmati opsi penawaran yang fleksibel, seperti menggabungkan dua blok yang berdekatan di bawah satu PSC, komitmen kerja minimum yang dapat dialihkan antara dua PSC yang berdekatan, serta periode eksplorasi bertahap sebagai bagian dari peningkatan non-fiskal yang diperkenalkan sebelumnya.
“Melalui studi cekungan kami, kami percaya ada lebih banyak prospek untuk diidentifikasi di cekungan Malaysia, dengan perkiraan potensi yang tersisa sekitar 21 miliar barel minyak bumi setara minyak [BBOE]. Kami menyambut pemain dengan kemampuan unik untuk membuka potensi di tempat lama dan baru,” ucapnya.