Bisnis.com, JAKARTA — Petani tebu terpaksa rugi Rp240 juta gara-gara pemakaian pupuk palsu yang mengakibatkan kerusakan tanaman. Adapun, pupuk palsu ini dilaporkan telah beredar di sejumlah daerah.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (DPN APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan salah satu anggotanya di Kabupaten Lumajang membeli pupuk palsu itu sebanyak 50 ton dengan harga Rp4.800 yang belakangan dibagikan kepada anggota lainnya. Adapun, kemasan pupuk palsu itu menggunakan logo dari PT Petrokimia Gresik (PG).
"kerugian yang timbul dari pembelian pupuk palsu itu mencapai Rp240 juta diikuti dengan kerusakan tanaman tebu yang sempat disirami pupuk bodong tersebut," kata Soemitro, Minggu (6/2/2022).
Dia menuturkan penjualan pupuk palsu dilaporkan telah beredar di sejumlah daerah dengan harga yang lebih murah hingga 20 persen dibandingkan dengan pupuk non subsidi asli.
Menurutnya, maraknya peredaran pupuk palsu itu seiring dengan langkanya pupuk subsidi dan non subsidi di tengah masyarakat. Harga pupuk palsu untuk kategori ZA non subsidi dibanderol Rp4.800 per kilogram saat harga di pasar menyentuh di angka Rp6.000 per kilogram.
APTRI melaporkan harga pupuk non subsidi untuk petani tebu sudah mengalami kenaikan mencapai 200 persen jika dibandingkan dengan posisi tahun lalu. Konsekuensinya, biaya produksi gula di tingkat petani mengalami lonjakan yang signifikan pada awal tahun ini.
Biasanya, luas kebun satu hektar membutuhkan satu ton pupuk bersubsidi dengan nilai mencapai Rp2,5 juta. Hanya saja, saat ini petani mesti mengeluarkan biaya hingga Rp8 juta untuk mengadakan pupuk non subsidi dengan jangkauan luas satu hektar.
“Naiknya itu rata-rata 200 persen per satu hektar sehingga biaya produksi pupuk itu naik kalau dulu Rp45 juta hingga Rp50 juta sekarang pasti Rp50 juta lebih, hasilnya sama, yang harus dinaikkan adalah harga gula kalau tidak petani jadi tekor,” kata Soemitro.