Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor CPO Terkena Dampak DMO Minyak Sawit, Kemendag Beri Penjelasan

Kemendag mejelaskan dampak DMO minyak sawit terhadap ekspor CPO.
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Pekerja memanen kelapa sawit di Desa Rangkasbitung Timur, Lebak, Banten, Selasa (22/9/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas

Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memperkirakan kebijakan domestic market obligation (DMO) produk minyak sawit bisa memengaruhi kinerja ekspor komoditas tersebut. Namun dampak kebijakan diyakini tidak berlangsung lama.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan kewajiban eksportir memasok produk olahan crude palm oil (CPO) sebesar 20 persen dari volume ekspor seharusnya tidak banyak memengaruhi kinerja ekspor. Dia mengatakan kebutuhan CPO untuk 5,7 juta kiloliter minyak goreng sejatinya telah terpenuhi selama ini.

"Sebenarnya sudah ada pasokan ke dalam negeri. Namun DMO ini memastikan pasokan tetap di dalam negeri, tidak ke luar. Seharusnya tidak terjadi penurunan [ekspor] itu," kata Wisnu dalam konferensi pers, Kamis (27/1/2022).

Namun dia tidak memungkiri adanya potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek. Meski tidak bisa memastikan besaran penurunan impor, dia mengatakan hal itu bisa dikompensasi dengan harga CPO internasional yang terkerek.

"Dampak jangka pendeknya pasti akan ada sedikit penurunan. Namun ke depan akan seperti semula. Di samping itu harga CPO internasional bisa naik dan penurunan ini akan terkompensasi dengan kenaikan harga di pasar internasional," paparnya.

Sebelum menetapkan persentase volume yang harus dipasok eksportir untuk pasar dalam negeri, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan kebijakan larangan terbatas (lartas) untuk ekspor produk minyak sawit melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 2/2022 tentang Perubahan atas Permendag No. 19/2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor.

Dalam poin XVIII Lampiran I beleid ini, tertulis bahwa 9 kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor.

Adapun syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk memperoleh PE mencakup Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD palm olein, dan minyak jelantah untuk kebutuhan dalam negeri yang disertai dengan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka 6 bulan, dan rencana distribusi dalam jangka 6 bulan.

Adapun sepanjang 2021, Kementerian Perdagangan mencatat nilai ekspor CPO dan turunannya dalam kode HS 15 mencapai US$32,83 miliar, naik 58,48 persen dibandingkan dengan realisasi ekspor pada 2020 sebesar US$20,72 miliar. Produk minyak sawit menjadi penyumbang ekspor nonmigas terbesar setelah batu bara selama periode ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper