Bisnis.com, JAKARTA – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyebut pengemudi atau sopir angkutan barang kerap menjadi korban yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran kendaraan Over Dimension dan Over Loading (ODOL).
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Djoko Setijowarno mengatakan pelanggaran ODOL bukan semata-mata kesalahan si pengemudi saja. Melainkan ada peran pelaku usaha baik pemilik barang maupun kendaraan.
"Memang ini yang sering jadi korban itu tumbalnya itu sopir. Tapi sopir itu kasian juga," katanya, Kamis (27/1/2022).
Menurut Djoko, sebenarnya para pengusaha ini juga bisa dikenakan sanksi. Misalnya, pihak berwenang bisa menanyakan kepada pemilik barang kenapa menyuruh sopir mengangkut barang berlebih.
Pertanyaan serupa, lanjut dia, juga bisa ditanyakan kepada pemilik kendaraan yang terkadang sering memaksa sopirnya tetap mengangkut muatan meskipun tidak sesuai dengan spesifikasi kendaraan.
"Sebenarnya ini bisa dikenakan sanksi kalau saya jadi saksi ahli. Ini juga bisa ditanyakan pada pemilik barang karena biasanya mereka memerintahkan itu, termasuk juga pengusaha truknya yang sering juga kadang memaksa sopirnya mengangkut barang yang overload. Jadi itu bisa dikenakan sanksi seharusnya," ucap Djoko.
Lebih lanjut dia menilai, sanksi yang ditetapkan saat ini terbilang rendah dan tidak memberi efek jera. Djoko mencontohkan untuk pelanggaran modifikasi kendaraan, sanksi yang diberikan hanya berupa denda senilai Rp24 juta.
Dengan jumlah tersebut, menurut dia para pengusaha ini masih bisa menghitung apakah mereka masih akan tetap diuntungkan kendati harus membayar denda usai memodifikasi truknya.
"Kembali lagi sanksi hukumnya masih rendah lah kalau misalnya memodifikasi hanya denda Rp24 juta. Makanya itu revisi Undang-undang itu penting biar lebih tinggi lagi [dendanya] sehingga ada efek jera," tegas Djoko.