Bisnis.com, JAKARTA — Gugatan uji formil atau judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP kembali masuk ke Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan informasi di situs Mahkamah Konstitusi (MK), Dr. Ir. Priyanto, S.H., M.H., M.M., C.L.A., C.I.R.P., C.T.L.C. mengajukan gugatan judicial review atas UU HPP. Permohonan awal Pengujian Formil atas UU HPP terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 masih tercatat dengan nomor registrasi 0/PAN-PUU.MK/2022.
Dalam petitumnya, Priyanto berpandangan bahwa pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dia pun menilai bahwa aturan perpajakan itu tidak memenuhi standar baku sehingga cacat formal.
"UU HPP tidak hanya mengatur hal baru, tetapi juga melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam UU Ketentuan Umum Perpajakan [KUP], UU Pajak Penghasilan [PPh], UU Pajak Pertambahan Nilai [PPN], UU Cukai," tulis Priyanto dalam permohonannya, dikutip pada Senin (24/1/2022).
Dia menilai bahwa jika pembentukan UU HPP dalam rangka melakukan kodifikasi, maka pengambilan metode sesuai UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) adalah dengan membuat UU baru yang memuat seluruh materi dari UU yang terkait degan pajak. Bukan hanya itu, menurutnya, aturan-aturan lain terkait pajak harus dihapus agar taat asas.
"Kemudian mencabut semua UU yang terkait pajak sehingga tidak ada lagi UU lain yang berhubungan dengan pajak, sebab UU itu telah dilebur menjadi satu UU," tulis Priyanto.
Baca Juga
Sebelumnya, Advokat Muhtar Said turut melayangkan gugatan terhadap UU HPP di MK. Dalam permohonannya, dia menilai bahwa UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak terdapat perbaikan dalam waktu dua tahun.
Meskipun begitu, berdasarkan putusan perkara nomor 69/PUU-XIX/2021, Muhtar tercatat menarik kembali permohonan gugatan itu. Hal tersebut diputus dalam rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri sembilan hakim konstitusi, di antaranya Ketua MK Anwar Usman.