Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai pemerintah perlu merevisi target investasi yang ditetapkan sebesar Rp1.200 triliun pada 2022.
Tauhid menilai adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang No.11/2020 tentang Cipta Kerja, bisa memengaruhi penurunan investasi, khususnya penanaman modal asing (PMA) atau investasi asing langsung.
"Sebaiknya pemerintah merevisi target investasi di 2022, mengingat kenaikan 30 persen [dari target 2021] menjadi Rp1.200 triliun menjadi tidak realistis dan ambisius. Kita juga lihat ada potensi penurunan investasi terutama dari PMA dengan melihat putusan MK terhadap UU Cipta Kerja," ujar Tauhid pada webinar, Senin (20/12/2021).
UU Cipta Kerja, yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK, merupakan undang-undang sapu jagad yang ditujukan untuk salah satunya mempermudah izin berusaha dan proses investasi. Pada November lalu, MK memutuskan pemerintah mempunyai tenggat waktu dua tahun untuk memperbaiki undang-undang tersebut.
Peneliti Center of Trade, Industry, Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ariyo Irhamna, pada kesempatan yang sama, menyebut putusan MK memiliki dampak dan pengaruh terbatas terhadap kinerja investasi. Putusan MK tersebut akan membuat investor memilih untuk mengambil moda wait and see, sembari menunggu proses revisi UU Cipta Kerja oleh pemerintah.
"Dalam beberapa kesempatan dan forum bersama berbagai pihak, saya mendengarkan beberapa keluhan dari pelaku usaha mengenai OSS dan putusan MK yang terbaru ini," jelasnya.
Baca Juga
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan target Rp.1200 triliun diberikan oleh Presiden Joko Widodo. Target itu ditetapkan agar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen pada 2022.
Terkait dengan revisi UU Cipta Kerja, Bahlil menargetkan revisi selesai di awal 2022. Dia pun menegaskan bahwa UU Cipta Kerja dan seluruh turunannya tetap berlaku selama dua tahun yang diberikan MK.
"Mungkin awal tahun depan bisa kami kebut untuk diselesaikan," jelas Bahlil pada konferensi pers, Senin (1/12/2021).