Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah kebijakan dan aturan seperti perpajakan mengalami berbagai perubahan dalam beberapa tahun terakhir, terlebih saat pandemi Covid-19. Perubahan aturan perpajakan dan pemberian insentif merespons kondisi terkini agar perekonomian dapat tetap terjaga.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan bahwa kebijakan fiskal selalu merespons kondisi terbaru dari perekonomian negara dan global. Misalnya, saat pandemi Covid-19, kebijakan fiskal memiliki peranan penting dalam menjaga denyut usaha masyarakat dan korporasi serta menjaga daya beli.
Misalnya, saat pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Perppu itu kemudian berubah menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 2/2020 pada Mei 2020. Melalui aturan tersebut, menurut Prastowo, pemerintah memberikan stimulus penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), serta memperluas stimulus dan rekonstruksi program agar lebih implementatif sehingga dapat segera dieksekusi.
Selain itu, kebijakan perpajakan pun mengalami berbagai perubahan. Salah satu paling kentara adalah adanya berbagai insentif pajak selama pandemi Covid-19, baik untuk wajib pajak individu, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), maupun bagi korporasi.
Salah satu perubahan utama dari peraturan pajak di Indonesia ada dari berlakunya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Prastowo menjelaskan bahwa perubahan aturan itu terjadi agar Indonesia dapat menyesuaikan diri dengan kondisi terkini sehingga perpajakan tetap memberikan sumbangsih besar bagi pendapatan negara.
Baca Juga
"Salah satu penyebab utamanya adalah ekonomi global yang mengalami gejolak dari segi kecepatan perubahan pasar, ketidakmampuan untuk memprediksi masa mendatang, kompleksitas faktor dan variabel yang perlu diperhitungkan, dan ambiguitas pernafsiran," ujar Prastowo pada Senin (20/12/2021).
Menurutnya, pada tahun ini hingga 2022 mendatang, pemerintah akan mengarahkan kebijakan menuju reformasi penguatan fondasi penanganan pandemi dan program vaksinasi. Revisi aturan perpajakan menjadi prasyarat dan kondisi niscaya bagi keberlanjutan reformasi menuju ekosistem yang adil, efektif, dan akuntabel.
“Ada beberapa pertimbangan risiko yang harus kita antisipasi. Yang pertama tentu adalah potensi re-eskalasi Covid-19 yang muncul karena varian baru, normalisasi harga komoditas global, kenaikan Federal Fund Rate (FFR), dan dinamika ekonomi global,” ujar Yustinus.