Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan bahwa kemitraan ekonomi komprehensif kawasan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) tidak akan didominasi oleh China.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi membantah bahwa RCEP merupakan perjanjian yang mengakomodasi dominasi China. Dia mengatakan, RCEP justru hadir sebagai penyeimbang kekuatan-kekuatan perdagangan global dengan menempatkan Asean sebagai pusat konektivitas kawasan.
“RCEP itu merupakan inisiasi Indonesia dalam menyeimbangkan global trading power. Jadi ini bukan China dominasinya. Kalau ada yang bilang RCEP didominasi China, itu salah besar, karena ini menggunakan sentralitas Asean untuk menyeimbangkan Amerika Serikat yang saat itu menginisiasi Trans Pacific Partnership,” kata Lutfi, Senin (13/12/2021).
Lutfi menuturkan, inisiasi RCEP mulanya muncul untuk melengkapi kesepakatan dagang yang telah dijalin Indonesia dan negara-negara Asean dengan para mitra non-Asean lainnya, seperti Australia, Selandia Baru, Jepang, China, Korea Selatan, dan India.
Liberalisasi perdagangan dengan tarif 0 persen pada lebih dari 90 persen pos tarif juga bukan komitmen baru, dan telah terjalin lewat kesepakatan perdagangan bebas yang telah ada.
“Kalau tadi disampaikan 90 persen pembebasan tarif adalah hal baru, bukan. Ini sudah ada. Namun dengan perjanjian ini kita connect perjanjian yang sudah ada, misal China dengan India, Jepang dengan China akan terhubung dengan RCEP,” paparnya.
Dia juga menjelaskan bahwa neraca perdagangan Indonesia dan China terus mengalami perbaikan, terutama dalam dua tahun terakhir.
Lutfi menjelaskan, neraca perdagangan Indonesia dengan China per Oktober 2021 menyentuh US$1,5 miliar, nilai tersebut jauh turun dari periode yang sama pada 2020 yang mencapai US$6,5 miliar.
Lutfi mengatakan, defisit dengan China menyentuh level terendah sejak Asean-China FTA mulai berlaku pada 2004. Perbaikan struktur ekspor Indonesia menuju barang industri berteknologi tinggi, disebutnya, menjadi faktor berkurangnya drastis.
Neraca perdagangan Indonesia dengan mitra utama di Asean juga memperlihatkan tren surplus. Jika diakumulasi, neraca perdagangan Indonesia dengan Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina masih menikmati surplus mencapai US$5 miliar per Oktober 2021.
“Kalau dihitung dengan 5 negara Asean, kita surplus hampir US$5 miliar. Jadi Bapak dan Ibu, kita tidak perlu takut dengan negara Asean,” katanya.
Sebelumnya, Komisi VI DPR RI mempertanyakan soal risiko dominasi China dan defisit perdagangan yang membesar, seiring dengan rencana pemerintah untuk segera meratifikasi RCEP.
Anggota Komisi VI DPR RI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Elly Rachmat Yasin mencatat Indonesia telah mengalami defisit sebesar US$844,5 juta dengan China pada Juli 2021, karena nilai ekspor yang lebih rendah daripada impor.
Dia juga mengatakan, alasan utama India menarik diri dari penandatanganan RCEP adalah risiko defisit dagang yang meningkat.
“Mengapa Indonesia seolah menjadi pelopor dalam RCEP ini, meski nilai perdagangan dengan China terus mengalami defisit? Sedangkan dengan Amerika Serikat, Malaysia, dan Filipina surplus kita tidak fokus ke sana?” kata Elly dalam rapat kerja, Senin (13/12/2021).