Bisnis.com, JAKARTA – Bahan bakar fosil masih menjadi kebutuhan sehari-hari di dunia. Bahan bakar fosil termasuk batu bara, minyak bumi, gas alam, minyak serpih, bitumen, pasir tar, dan minyak berat.
Bahan bakar fosil merupakan salah satu bahan yang mengandung hidrokarbon asal biologis. Energi ini ditemukan dalam kerak bumi dan dapat digunakan sebagai sumber energi.
Energi fosil yang digunakan manusia berasal dan terbentuk sejak jutaan bahkan miliaran tahun lalu. Semua bahannya mengandung karbon dan terbentuk sebagai hasil dari fotosintesis, sebuah proses yang dimulai pada Archean Eon (4,0 miliar hingga 2,5 miliar tahun yang lalu).
Sebagian besar bahan karbon yang terjadi sebelum Periode Devon (419,2 juta hingga 358,9 juta tahun yang lalu) berasal dari alga dan bakteri, sedangkan sebagian besar bahan karbon yang terjadi selama dan setelah interval tersebut berasal dari tumbuhan.
Semua bahan bakar fosil dapat dibakar untuk menyediakan sumber panas. Panas ini dapat digunakan secara langsung, seperti dalam tungku rumah dan digunakan menghasilkan uap untuk menggerakkan generator yang dapat memasok listrik.
Contoh lainnya, pada turbin gas yang digunakan dalam pesawat jet, panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil berfungsi untuk meningkatkan baik tekanan maupun suhu produk pembakaran untuk menghasilkan tenaga penggerak.
Meskipun berbagai pilihan bahan bakar terus dikembangkan, cadangan bahan bakar fosil utama yang tersisa di Bumi sudah sangat terbatas. Jumlah bahan bakar fosil yang dapat diperoleh kembali secara ekonomis sulit untuk diperkirakan, terutama karena perubahan tingkat konsumsi dan nilai masa depan serta perkembangan teknologi.
Selain itu, karena persediaan minyak konvensional yang dapat diperoleh semakin menipis, beberapa perusahaan penghasil minyak bumi beralih untuk mengekstraksi minyak berat, serta minyak bumi cair yang diambil dari pasir tar dan minyak serpih.
Salah satu produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar fosil adalah karbon dioksida (CO2). Penggunaan bahan bakar fosil yang terus meningkat dalam industri, transportasi, dan konstruksi telah menambah sejumlah besar CO2 ke atmosfer bumi.
Melansir dari Britannica, konsentrasi CO2 atmosfer berfluktuasi antara 275 dan 290 bagian per juta volume (ppmv) udara kering antara 1000 M dan akhir abad ke-18 tetapi meningkat menjadi 316 ppmv pada tahun 1959 dan naik menjadi 412 ppmv pada tahun 2018. CO2 bertanggung jawab kepada meningkatnya gas rumah kaca.
CO2 menyerap radiasi inframerah (energi panas bersih) yang dipancarkan dari permukaan bumi dan memancarkannya kembali ke permukaan. Dengan demikian, peningkatan CO2 yang substansial di atmosfer merupakan faktor utama yang berkontribusi terhadap pemanasan global yang disebabkan oleh manusia.
Kekhawatiran atas meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca membuat berbagai negara berusaha mendiversifikasi energi yang ada.
Banyak negara telah berusaha mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dengan mengembangkan energi baru. Saat ini, sudah tersedia sumber energi dari angin, matahari, air, ombak, panas bumi, dan nabati.