Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden terkait konversi penggunaan kompor liquefied petroleum gas atau LPG ke kompor induksi.
Kebijakan itu dinilai perlu untuk memuluskan rencana pemerintah agar bisa meningkatkan konsumsi listrik, sekaligus menurunkan penggunaan gas rumah tangga.
Dia mengatakan bahwa instruksi Presiden Jokowi terkait penggunaan kompor induksi sebaiknya diikuti dengan payung hukum tetap, guna mempermudah implementasi di lapangan.
“Presiden seharusnya menerbitkan aturan, sehingga bisa dilaksanakan. Kita bisa berkaca dari konversi minyak tanah yang aturannya banyak, tapi pelaksanaannya banyak yang dievaluasi,” katanya, Kamis (2/12/2021).
Lebih lanjut, penerbitan aturan terkait kompor induksi perlu merujuk pada UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selain itu, pelaksanaan konversi juga perlu diterapkan sanksi agar lebih mengikat.
“Semuanya harus disiapkan terlebih dahulu, agar bagaimana kebijakan ini lebih sustainable,” ujarnya.
Baca Juga
Dalam konversi kompor LPG ke kompor induksi, lanjut Agus, pemerintah perlu melibatkan kalangan antropolog untuk melakukan riset pasar secara matang, hingga menyiapkan strategi implementasi di masyarakat. Langkah itu untuk memastikan penggunaan kompor listrik berjalan sesuai harapan.
Sementara itu, Koordinator Penyiapan Program Konservasi Energi Kementerian ESDM Qatro Romandhi mengatakan, pemanfaatan kompor induksi tidak hanya menyelamatkan keuangan negara.
Peralihan penggunaan gas kepada listrik dinilai dapat mendorong perekonomian, menyerap tenaga kerja, dan menghemat biaya memasak.
Dia memaparkan, saat ini pemerintah memiliki rencana untuk membidik 19 juta pengguna kompor induksi hingga 2030. Jika target itu tercapai, maka negara dapat menghemat devisa hingga Rp50,6 triliun per tahun.
“Tak hanya itu, beban biaya memasak bisa terpangkas 57 persen. Bagi PLN bisa mengoptimalisasi pemanfaatan reserve margin di pagi dan sore hari sekitar 3,2 gigawatt dengan potensi pendapatan Rp1,8 triliun per tahun,” katanya.
Di lain pihak, VP Downstream Research and Technology Innovation Pertamina Andianto Hidayat mendukung percepatan transisi energi di Tanah Air.
Salah satu upaya perseroan memangkas impor LPG adalah dengan pengembangan gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME) yang telah ditetapkan sebagai proyek strategis nasional (PSN).
“Kalau pabrik DME terbangun, kita mengurangi impor 1 juta ton pada 2024, atau sekitar 15 persen dari kebutuhan impor. Lalu pada tahun berikutnya, saat pabrik lainnya terbangun 1 juta ton impor LPG kembali terpangkas,” terangnya.
Di sisi lain, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN, Bob Saril mengatakan, kesiapan PLN untuk menjalankan konversi LPG ke kompor induksi demi menyelamatkan anggaran negara sesuai arahan Presiden.
“Selain menggunakan energi domestik, kompor listrik juga sudah bisa diproduksi di Indonesia. Ini bukan kepentingan PLN, bukan kepentingan Pertamina, tapi ini kepentingan bangsa,” tuturnya.
Menurutnya, pelaksanaan aturan penggunaan kompor induksi relatif mudah. Sebab, setiap rumah telah memiliki daya listrik, sehingga perusahaan setrum tinggal menambah daya untuk memuluskan penggunaan kompor listrik.
“Kalau tunggu DME lama, itu baru tahun 2024, harus menunggu 3 tahun. Kita impor LPG terus defisit transaksi berjalan bisa menjadi Rp 67,8 triliun pada 2024. Kalau kita beralih ke kompor induksi, kita justru bisa segera menekan CAD,” terangnya.