Bisnis.com, JAKARTA – Suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang dianggap masih terlalu tinggi menjadi salah satu tantangan bagi pengembang untuk membangkitkan sektor properti dari hantaman pandemi Covid-19.
Paulus Totok Lusida, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI), mengatakan bahwa bunga KPR yang rendah akan memudahkan masyarakat memanfaatkan fasilitas pembiayaan perbankan untuk membeli hunian di tengah pandemi Covid-19.
“Kalau bunganya tinggi, masyarakat jadi enggan untuk beli rumah. Generasi milenial sebagian besar membeli rumah dengan menggunakan pembiayaan KPR,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (23/11/2021).
Menurutnya, sejumlah insentif pemerintah termasuk pemberian insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) telah berhasil mendorong permintaan KPR yang cukup signifikan hingga kuartal III/2021.
Berdasarkan Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dikeluarkan Bank Indonesia pada kuartal III/2021, penyaluran KPR berhasil tumbuh 9,39 persen secara tahunan (yoy).
Angka itu lebih besar dari pertumbuhan pada kuartal II/2021 yang sebesar 7,24 persen (yoy). Pertumbuhan penyaluran KPR pun tercatat dalam tren positif sejak kuartal IV/2020 yang tumbuh sebesar 3,42 persen. Penyaluran KPR juga kembali tumbuh menjadi 4,34 persen pada kuartal I/2021.
Baca Juga
Di kuartal III/2021, KPR menjadi sumber pembiayaan utama konsumen pembeli rumah, yakni sebanyak 75,38 persen.
Dalam kesempatan itu, Totok juga meminta perpanjangan stimulus PPN hingga akhir 2022. Hal itu dikarenakan masa pembangunan rumah tak bisa dilakukan secara singkat dan membutuhkan waktu.
Dia memberikan gambaran saat pemerintah memperpanjang gratis PPN dari Maret ke Agustus 2021, pengembang hanya bisa memasarkan rumah siap huni dalam 5 bulan. Padahal, sebagian pengembang perlu waktu sampai 8 bulan untuk bisa membangun rumah.
Dia menilai, kondisi tersebut kemudian terulang kembali saat pemerintah memperpanjang gratis PPN rumah dari Agustus hingga Desember 2021.
“Jadi kami usulkan ada perpanjangan langsung sampai akhir 2022, dan kami bisa bangun dulu,” ucapnya.
Menurut Totok, perpanjangan juga diperlukan agar masyarakat kelas menengah ke bawah bisa menikmati relaksasi tersebut. Terlebih, saat ini kondisi keuangan masyarakat kelas menengah ke bawah banyak yang belum pulih.
Hal itu tecermin dari realisasi penjualan dan pembelian rumah dengan harga Rp300 juta ke bawah yang turun sekitar 30 persen sepanjang tahun ini.
“Ini karena kondisi keuangan mereka belum mendukung, sehingga menunda pembelian rumah. Akan tetapi menurut saya, kalangan ini justru yang paling butuh rumah dan insentif dari pemerintah. Jika gratis PPN diperpanjang sampai tahun depan, masyarakat menengah ke bawah sempat menikmati insentif ini,” tutur Totok.
Sekjen DPP REI Amran Nukman menambahkan, insentif PPN DTP yang diberikan sejak Maret hingga Desember tahun ini sangat berdampak besar pada penjualan properti para pengembang.
Bagi para pengembang yang memiliki hunian ready stock mengalami peningkatan penjualan 30 persen hingga 50 persen karena stimulus PPN.
“Saat ini pemanfaatan insentif PPN hingga akhir Desember 2021, sehingga pengembang yang punya stok rumah masih bisa memanfaatkan insentif ini. Kalau pengembang tidak ada stok rumah memang sulit untuk mengejar pelunasan dan serah terima di akhir Desember ini agar dapat memanfaatkan insentif PPN,” ujarnya.
Oleh karena itu, lanjutnya, REI tengah berupaya untuk mendorong pemerintah agar insentif PPN dapat diperpanjang hingga akhir tahun 2022. Hal tersebut dilakukan agar sektor properti bisa benar-benar menjadi lokomotif pemulihan ekonomi.
Menurutnya, potensi penambahan penyerapan PPN DPT mencapai Rp2,107 triliun. Selain perpanjangan insentif PPN perumahan, REI juga mengusulkan agar program pengakuan PPN DPT diperhitungkan pada tanggal transaksi pembelian.
Lalu, insentif tersebut juga diusulkan agar berlaku bagi rumah inden, bukan hanya ready stock.
Amran membeberkan, berdasarkan Sikumbang PPDPP Kementerian PUPR per 12 November 2021, stok rumah subsidi dari Aceh hingga Papua yang dimiliki 21 asosiasi pengembang properti ada sebanyak 326.844 unit.
Sementara itu, rumah subsidi yang telah terjual mencapai 331.778 unit, stok rumah komersial 46.728 unit, dan rumah komersial yang terjual sebanyak 57.289 unit.
Sementara itu, CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda berpendapat, meski saat ini sektor properti mencatatkan tren pertumbuhan positif, namun para pengembang diharapkan untuk jangan lengah. Pasalnya, masih ada sejumlah tantangan yang akan terjadi di tahun 2022.
“Salah satu tantangannya insentif PPN yang habis di tahun depan, sehingga properti di awal tahun itu harganya akan naik karena ada PPN 10 persen yang tadinya didiskon oleh pemerintah. Tren pengembang pun akan menaikan harga, bukan semata karena PPN-nya, tapi karena melihat secara psikologis akan naik. Ini tentu berdampak pada permintaan properti,” tutur Ali.