Bisnis.com, JAKARTA – Keputusan pemerintah yang menyebutkan rata-rata kenaikan upah minimum tahun depan sebesar 1,09 persen menjadi berita buruk bagi kalangan pekerja.
Selain karena kenaikan upah tersebut di bawah inflasi, para pekerja juga harus menghadapi rencana perpajakan yang tidak mengakomodasi kepentingan buruh.
"Kalau kenaikan upah minimum hanya 1,09 persen, konsumsi masyarakat pasti akan terpengaruh karena tahun depan ada penyesuaian PPN, naik dari 10 persen menjadi 11 persen," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, dikutip dari tempo.co, Rabu (17/11/2021).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyatakan pemerintah resmi menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 1 April 2022 dari 10 persen menjadi 11 persen. Ketentuan itu diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang baru saja disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dua kebijakan pemerintah itu berisiko menghambat daya beli masyarakat yang saat ini masih dalam pemulihan. Akibatnya, sektor ritel juga akan terkena dampaknya.
"Kalau kenaikan upah cuma 1 persen, sementara proyeksi terjadi inflasi di atas 3-4 persen di 2022 ini efeknya berarti daya beli kelas menengah dan pekerja rentan bisa tergerus inflasi. Jadi ini menyebabkan pemulihan daya beli dan konsumsi rumah tangga terhambat," kata Bhima.
Baca Juga
Di sisi lain, Bhima melihat tak ada jaminan bahwa penetapan kenaikan upah minimum yang minim itu akan disertai pembukaan lapangan pekerjaan yang dapat mengurangi pengangguran. Padahal, upah minimum seharusnya dapat menjadi jaring pengaman sosial bagi pekerja.
"Kalau upah minimum kecil bisa pekerja melakukan tekanan terus menerus dan membuka adanya ketimpangan keberpihakan kepada pengusaha. Pengusaha dapat revisi UU Minerba, dapat UU Cipta Kerja, sementara pekerja hanya dapat kenaikan upah minimum di bawah inflasi, itu sangat menyakitkan," ujar Bhima.
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan rata-rata kenaikan upah minimum provinsi sebesar 1,09 persen. Hal itu berdasarkan simulasi dari data Badan Pusat Statistik.
"Ini rata-rata nasional. Tentu sekali lagi kita tunggu para gubernur. Data BPS sudah kami sampaikan ke para gubernur. Nanti pada saatnya gubernur akan menetapkan. Tapi simulasi secara nasional itu kenaikannya 1,09 persen," kata Ida dalam konferensi pers virtual Selasa, (16/11/ 2021).
Proyeksi upah layak itu didasari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan aturan turunannya yaitu PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Ida memastikan gubernur harus menetapkan Upah Minimum Provinsi paling lambat 20 November 2021.
"Karena 21 November merupakan hari libur nasional maka penetapannya harus dilakukan paling lambat satu hari sebelumnya, yaitu tgl 20 November 2021," kata Ida.