Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Persiapan Indonesia Terapkan Dekarbonisasi Pelayaran dan Transisi Green Port

Pemerintah Indonesia mempersiapkan diri untuk menerapkan dekarbonisasi pelayaran dan transisi green port sebagai upaya merespons perubahan iklim.
Alat berat beroperasi di area pembangunan proyek Makassar New Port tahap kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Alat berat beroperasi di area pembangunan proyek Makassar New Port tahap kedua di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah mengawal upaya transisi penggunaan bahan bakar nol karbon di berbagai kegiatan pelayaran dan memastikan kesiapan pelabuhan-pelabuhan strategis Indonesia untuk transisi menjadi "green port".

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi Kemenkomarvest Basilio menjelaskan, bahwa pada COP-26 di Glasgow, Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menjanjikan upaya atasi perubahan iklim.

Jokowi kembali menegaskan, bahwa Indonesia mampu memenuhi komitmen pada 2030 sesuai Perjanjian Paris, yaitu pengurangan emisi sebesar 29 persen.

Komitmen tersebut disampaikan pada COP-21 tahun 2015, Pemerintah Indonesia janji menurunkan emisi dari tahun 2020-2030 sebesar 29 persen (unconditional) hingga 41 persen (conditional) dengan skenario business as usual tahun 2030, peningkatan komitmen tanpa syarat dibandingkan tahun 2010 sebesar 26 persen.

“Kita terus [upayakan] penuhi komitmen Indonesia," jelasnya melalui siaran pers, Jumat (12/11/2021).

Indonesia telah memperbarui Nationally Determined Contributions (NDC) pada Juli 2021. Terkait isu Dekarbonisasi Pelayaran, NDC Indonesia mencatat kontribusi 19 persen emisi CO2 berasal dari pelayaran di Indonesia. Emisi ini berasal dari jumlah dan jenis kapal yang dimiliki Indonesia.

Indonesia memiliki 39.510 kapal kargo dan 171.754 kapal penangkap ikan yang terdaftar di database nasional. Sebagian besar kapal Kargo Indonesia dan kapal penangkap ikan berukuran kecil. Angka armada Indonesia terlalu kecil jika dibandingkan dengan 2,1 miliar DWT armada dunia yang tercatat dalam UNTACD Handbook of Statistics tahun 2020.

”Sekitar 200.000 armada dunia ini berlayar diantara tiga selat strategis Indonesia yaitu Selat Malaka [130.000/tahun], Selat Sunda [56.000/tahun] dan Selat Lombok [33.000/tahun]. Ini menghasilkan jutaan ton CO2 yang dikeluarkan oleh armada-armada tersebut saat melewati perairan Indonesia," jelasnya.

Tterlepas dari kontribusi jutaan ton atau bahkan giga ton emisi karbon dari kapal yang melintasi perairan, Indonesia sebagai negara Pesisir dan negara kepulauan terbesar di dunia tetap melakukan tugasnya.

“Perusahaan minyak nasional kami mulai memproduksi low sulphur marine fuel oil atau LS MFO untuk bahan bakar armada nasional. Kami bahkan mulai menyediakan LS MFO untuk pelayaran internasional dengan peluncuran di salah satu Pelabuhan Kargo Curah di Krakatau Internasional Port (KIP) pada Agustus 2021,” imbuhnya.

Pertamina Indonesia sedang mempersiapkan empat terminal LS MFO di Selat Malaka untuk melayani armada laut Internasional. Dia berharap dapat memiliki mitra internasional untuk bekerja sama dengan kami untuk membangun lebih banyak kilang guna menyediakan LS MFO untuk pelayaran global di Selat strategis. Di tingkat nasional, Indonesia juga kini memperkenalkan B20 dan B30 untuk transportasi darat dan udara.

Pemerintah Indonesia juga akan mengubah penggunaan bahan bakar minyak menjadi bahan bakar gas (BBG) untuk kapal-kapal kecil. Program ini untuk nelayan dengan kapal penangkap ikan 7.812 metrik ton. Kami juga sekarang memperkenalkan Tenaga Surya Atap untuk dipasang di semua pelabuhan untuk menyediakan energi hijau di pelabuhan.

Basilio meyakini Indonesia mampu wujudkan komitmennya, namun perlu kerja sama kolektif dan kolaboratif dari semua pemangku kepentingan di sektor maritim dan energi di dalam negeri, maupun organisasi internasional seperti IMO, UNCTAD, dan World Bank.

“Saya harap IMO dapat membantu upaya kita promosikan teknologi rendah karbon. IMO bisa berikan fasilitasi kemitraan publik-swasta dan pertukaran informasi, transfer teknologi, pembangunan kapasitas SDM maritim, kerjasama teknis, dan berbagai program untuk tingkatkan efisiensi energi di kapal dan kegiatan pelayaran," kata Basilio.

Menurutnya, IMO mestinya juga dapat membantu pendanaan dan teknologi inovasi termasuk pengembangan kapasitas. Ini adalah salah satu langkah untuk implementasikan Strategi IMO melalui ITCP dan inisiatif lainnya termasuk proyek GloMEEP dan jaringan MTCC.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper