Bisnis.com, JAKARTA - Tren surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan berlanjut pada Oktober 2021, akan tetapi menurun hingga US$3,95 miliar. Proyeksi perolehan surplus itu lebih rendah dari surplus bulan sebelumnya yaitu US$4,37 miliar.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan surplus yang semakin menurun disebabkan oleh peningkatan impor di tengah relaksasi pengetatan PPKM sejalan dengan penurunan kasus Covid-19. Di sisi lain, ekspor diperkirakan masih akan tumbuh berkat dorong kenaikan harga komoditas.
"Ekspor masih secara relatif digerakkan oleh harga komoditas yang tinggi, sedangkan impor meningkat akibat pelonggaran PPKM dan meningkatnya permintaan domestik secara umum," jelas Faisal dalam kajian yang dikutip Bisnis, Kamis (11/11/2021).
Pada kajian tersebut, impor Indonesia Oktober 2021 diperkirakan menguat ke 63,06 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan September 2021 sebesar 40,31 persen (yoy).
Menurut Faisal, hal ini bisa dilihat dari PMI manufaktur Indonesia Oktober 2021 yang meningkat hingga rekor tertinggi 57,2, lebih tinggi dari September 2021 di level 52,2.
"Hal ini menandakan kenaikan aktivitas manufaktur di tengah permintaan yang kuat sejalan dengan pelonggaran PPKM," kata Faisal.
Baca Juga
Lalu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) melambung tinggi kembali ke level optimis 113,4 pada Oktober 2021. IKK pada September 2021 masih berada di bawah level pesimis 95,5.
Di samping itu, impor minyak diperkirakan meningkat akibat kenaikan harga dan mobilitas masyarakat yang pulih. Faisal memperkirakan adanya potensi impor musiman di tengah persiapan periode akhir tahun.
Ekspor Oktober 2021 diperkirakan tumbuh 49,93 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan pada September 2021 sebesar 47,64 persen (yoy). PMI manufaktur para mitra dagang utama terlihat masih kuat pada Oktober 2021, terutama di Asia. Baltic Dry Index juga terus meningkat.
"Impor China dari Indonesia diperkirakan menguat 105,8 persen [yoy] di Oktober 2021 vs. 76,6 persen [yoy] pada September 2021," jelas Faisal.
Di tengah kondisi tersebut, komoditas ekspor utama Indonesia seperti batu bara dan CPO diperkirakan tetap tinggi.
Pada akhir tahun ini, Faisal memperkirakan adanya surplus tipis pada neraca transaksi berjalan (current account balance) Indonesia sekitar -0,2 persen hingga 0,1 persen dari PDB. Surplus tipis ini berkat tren harga komoditas tinggi yang diperkirakan berlanjut hingga akhir 2021.
Oleh sebab itu, kinerja perdagangan terutama ekspor akan kuat dan transaksi berjalan sangat bergantung pada hal tersebut.
"Ini [surplus tipis] bisa mendukung stabilitas nilai pertukaran rupiah di tengah tekanan normalisasi kebijakan moneter global," tutup Faisal.